Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Album Keluarga

30 April 2023   11:50 Diperbarui: 30 April 2023   11:57 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumah masih gelap dan aku masih berdiri di tempatnya. Aku cuma melihat pintunya, lainnya gelap. Semenjak aku tak berani pulang melihat parasnya, apakah masih seperti gambar di awan yang turun di garis-garis hujan, tempat setiap malam aku menggantung pigura di sepanjang jalan basah.

Aku tak mengingat jalan pulang yang sama namun hanya terasa begitu panjang yang tidak menyenangkan hingga sampai ke pintu rumahnya. Pintu tempat jantungku biasa berdetak begitu cepat menunggu tangannya.

Aku masih berdiri di depan pintu rumah yang belum genap matahari. Hari masih sangat pagi membuat  rasa bersalah yang merayap turun seperti masalah matahari denganku.

Aku menunggu di pintu membiarkan gelap membuka bajunya perlahan lalu mengambil terang.
Pertama jendela yang terbuka membiarkan langit yang rendah mengendus dimana aku melihat lengannya yang berayun lamat.
Sampai tuas pintu berputar dan aku pun berada tepat di wajahnya. Dia menghapus sinar masuk di matanya.

Boleh aku masuk? Sapaku pertama. Dia mengangguk lalu aku melangkah masuk dan mendapati ruang silam yang sama.
Sudah lama sekali! Kataku
Ya, sangat lama! Jawabnya.
Maaf!

Aku buatkan teh! Katanya berjingkat ke ruang makan yang terpisah kayu teralis. Aku mengangguk.
Anak-anak? Tanyaku ketika dia meletakkan cangkir teh berasap.
Tidak lagi di sini. Mereka sudah berkeluarga! Terangnya.

Sekarang kamu di mana?
Kota kecil di timur!
Aku mengangkat gelas teh meraba hangat dan mereguknya. Ada rasa silam yang menyeruak ketika air itu melewati indera rasaku.

Ku dengar kau sakit? Tanyanya. Aku mengambil udara napas.
Ya, penyakit ini hampir selalu mengalahkanku!
Kau?
Aku? Aku sehat, hanya ketuaan saja yang kerap mengalahkanku juga! Jawabnya.

Apa yang kau kerjakan?
Aku?
Ya!
Membaca buku! jawabnya.

Kau?
Aku?
Ya!
Masih menulis puisi! Jawabku.
Lalu kami berdua terdiam, seperti kembali menaiki kereta silam, liburan, memasak, bercinta dan hal-hal yang menyenangkan hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun