Meski Klopp telah membawa suatu bumi sepak baru bergaya front wheel drive ketika orang-orang di depannya masih tetap memakai penggerak roda belakang. Dan dalam kurun 7 tahun kemudian mereka bukan orang-orang penyendiri lagi, mereka membawa Virgil van Dijk, Trent Alexander-Arnold dan Sadio Mane tidak pernah berjalan sendiri lagi.Â
Ini seperti elegi tentang Mohamed Salah, saat berusia 12 tahun harus melakukan perjalanan empat jam setiap hari dengan bus ke tempat pelatihan di Mesir dan hari ini dia berada di aula ketenaran. Inilah segala merah yang dibawa Liverpool ke lapangan rumput Stade de France. Kontras dengan Real dan Benzema mereka sudah begitu besar dan diturunkan di garis glamorous.
Sadio Mane yang pertama membenturkan bola khas yang kerap kita lihat, menerima umpan samar Thigo dan membuka kaki Eder Miliato menembak keras, dan Courtois melayang mentip bola ke tiang yang memantulkannya ke luar. Dua kali Mo Salah melakukan perbuatan serupa kepada Courtois yang kembali meregang di ketelitian jarak yang begitu sedikit, yang lalu menurunkan kepercayaan Liverpool atas suatu ketidakmungkinan.
Sampai waktu mulai mendekati paruh, setelah awal yang sangat tenang, Benzema mengambil bola panjang di samping kotak 12, mengecoh Robertson. Kiper Alisson memblok kaki bola Benz, mendorongnya ke luar menyentuh Konate dan Fabinho seperti ding-dong, ada ruang dan Federico Valverde menyerbu.Â
Bola mental ke kaki Benzema dan dia memiringkannya dengan kaki kiri menyapu masuk ke rusuk jala. Posisi Benzema jelas offside, tetapi siapakah penyentuh bola terakhir sebelum bola mencapai Benz? Madrid (Valverde) atau Liverpool (Fabinho)? Lalu VAR check yang panjang memutuskan anulirisasi gol tanpa tahu siapakah penyentuh bola sebelum Benz, itu tidak pernah terbongkar. Kalo toh dia Fabinho pasti itu enggak sengaja, kalo itu Valverde pasti Benz offside.
Babak kedua adalah penetapan kemenangan Real, yang lahir dari satu pertarungan klasik penyerang sayap vs fullback, Vinicius Jr vs Trent Alexander-Arnold. Saya berpikir ini adalah kesalahan Trent yang tidak berkedip, meskipun umpan silang Valverde  melengkung rendah hingga lengkungan parabolanya akan menghindari Trent dan akan pas di kaki ViniJr yang berada persis di belakang Trent. Gol ini cukup telak dan sekaligus menetapkan belakang Liverpool sering tertinggal oleh gerakan depannya.
Agak terlambat ketika Jurgen turun mesin dengan memasukkan Roberto Firmino sebagai tambahan 1 penyerang dan gelandang Naby Keita, mengganti dua gelandang  Thiago dan Henderson,di menit 77. Memulai penyerangan dengan 4 penyerang di formasi berubah dari 4-3-3 ke 4-2-4.
Tetapi perobahan ini tidak menjalankan misi separuh hati, separuh perjudian, karena Real bermain lebih banyak menyerang dengan lintasan yang semakin terjalin, ke belakang, depan dan samping seperti tenunan kain. Liverpool mengerang, menyakitkan, ketika 20an lebih serangan ke gawang Madrid, hanya diperlukan 3 kali serangan Real ke gawang The Reds.
Salut untuk Liverpool, tapi selamat untuk Real Madrid dan Carlo Ancelotti yang menggemaskan. Â Selain terlalu ahli, Real Madrid memang terlalu megah untuk di singkirkan dari juara Champions League. Karena bicara tentang Real Madrid adalah tentang tradisi bakat, kejeniusan, intuisi, kekuatan dan kepercayaan yang bisa di jalin oleh seorang 'Godfather' Don Carlo dari sejarah panjang Galacticos, galaxy bintang-bintang terbaik dari setiap generasi dari negara-negara besar sepakbola.
Lalu di semesta Stade de France, bergema lagu kebangsaan Real Madrid yang melankoli:
Madrid, Madrid, Madrid
Hala Madrid! (Jayalah Madrid)
Y nada ms (Tiada yang lain)
Historia que t hiciste (Sejarah yang kau cipta)
Mi viejo Chamartn (Sentiago Bernabeu)
la saeta rubia (Alfredo di Stefano).