Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sabtu Sore di Tahun Baru

31 Desember 2021   10:55 Diperbarui: 31 Desember 2021   11:03 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber dari pixabay.com

Saya urung, tak berselera menonton, dan berjalan keluar gedung theater, lalu menjelang pedestrian. Tampak hari baru saja menyelesaikan siangnya dan sedang menempuh sore, matahari masih banyak tersisa. 

Saya berjalan memastikan langkah ke kafe Mangudin, tempat biasa saya membuang waktu muda saya yang masih jembar ini. Tak jauh saya sudah merambahnya dan masuk melewati pintunya serta mengambil satu kaleng kola dari kotak pendingin, lalu bergaya menyalakan rokok.

Hei! Kau tidak boleh merokok disini! Mang Udin berteriak dari balik meja kafenya. Kau masih anak-anak, kau tahu?
Lalu saya membuang sigaret utuh itu dan berjalan mengambil kursi. Duduk dan berusaha meneguk lanjut minuman kaleng timah di tangan saya. Menunduk membaca menu kafe Mangudin yang membosankan, hotdog, burger, nugget, dan junks lainnya. Pantas saja tubuh Mang Udin berbobot seratus sebelas kilo, kerna saban saya hadir di warungnya, mulut kecilnya tak henti menggiling.

Hai! Apakah kau mau memesan? Tiba-tiba Stela telah hadir mepet di kursi saya. Saya menggeleng sambil menatap wajahnya. Stela gadis pramu cafe Mangudin, saya mengenalnya juga sejak kecil, tapi dia tumbuh lebih cepat dari yang saya duga.

Mungkin donat? Stela mendesak dengan senyumnya, terlihat barisan giginya dan rambutnya yang juga blondie, mengingatkan saya akan gadis di bioskop yang digilai teman saya. Saya semakin tanpa selera.

No Stela! Sorry! Saya menjawab singkat. Lalu dia berpaling dan membuang dirinya ke balik meja panjang kafe.
Hei! Bukankah kau menyukai Stela? Tiba-tiba Mang Udin datang mendekati saya. Saya menggeleng keras atas pernyataan itu.

Kau bisa mengencaninya! Dia sangat pintar memasak donat dan kupikir seremaja kalian itu cocok! Sambungnya.  Ya! Aku sering mendengar para pria milenial sebaya berbicara menggandrungi donat buatan Stela, tapi saya tak suka donat.

Saya melanjutkan tegukan kola kaleng yang tersisa separuh, ketika Mang Udin pergi berganti dengan Stela yang datang kembali ke meja saya. Dia membawa donat.
Maaf Stela, saya tidak menginginkannya! Saya merespon. Tapi gadis itu tak putus asa.

Ayolah, Henri! Kau harus mencobanya, semua sudah mencobanya! Stela memaksa dan membuat keputusan saya goyah. Oke! Sahut saya malas. Lalu Stela menulis secarik di atas padnya dan memberikannya kepada saya.

Ini alamatku yang baru, seandainya kau mampir! Tukasnya sambil mengerling dan saya menyambut kertasnya.
Ini tempat tinggal papa yang baru. Aku akan menunggumu jam tujuh, ya! Stela berkata sambil bersamaan memalingkan tubuhnya. Mmmm.. mengapa dia lebih dewasa dari saya? Saya memandangnya saat dia berjalan membelakangi.

Tak lama sehabis kaleng kola saya kerontang, saya bangkit berdiri dan membayar ke meja Mang Udin yang masih terlihat mulutnya mengunyah.
Hei! Kau pasti akan cocok dengan Stela, anak kencur! Katanya seperti separuh merendahkan saya atau dia memanas-manasi saya.
Cocok endasmu, Gemuk! Saya memberinya lembar uang dan meninggalkannya dengan misuh dari dalam hati.
Kemudian saya berjalan pulang melewati bukit dan tiba di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun