Sehabis Wales kini Belanda yang semakin meyakinkan bahwa VAR (Video Assistant Referee) telah menjadi "tilang elektronik". Saya sendiri tidak pernah melihat ketika seorang wasit  mengganti kartu kuning yang telah dikeluarkan dengan kartu merah. Atau bisa sebaliknya? Hanya karena sekotak VAR yang bersembunyi di balik bunker dan begitu berkuasa?
Adalah perihal kecil buat sepakbola ketika Belanda hancur setelah Matthijs De Ligt diusir, tetapi bahwa pertandingan sepakbola itu sendiri menjadi hancurlah yang menjadi persoalan besar. Menonton sepakbola 11 melawan 10, atau 11v10 adalah keunggulan numerik dari sepakbola kocak dan tidak lebih baik daripada mematikan televisi.
***
Setelah penyerang Oranje, Donyell Malen menerima operan yang lezat dari Memphis Depay dan meliuk melewati dua bek Ceko dan mendapati dirinya bersih didepan gawang. Sayang Malen mengambil opsi mengitari kiper Tomas Vaclik alih-alih melakukan tembakan, tetapi kiper telah membaca niatnya dan dengan sempurna mengambil bola tepat di kaki gocekan Malen.
Setelah detik itu tiba-tiba bola sudah berada di ujung depan lapangan yang dibuat gelandang Ceko, Tomas Holes. Kesalahan buruk De Ligt membiarkannya melambung, padahal Schick berada didepannya siap menjemput bola. Bek Juventus ini terlambat menyosor Schick, dia jatuh sambil berbalik merebut bola.
De Ligt pun melakukan hal "konyol", handball yang disengaja saat bergulingan untuk menghentikan penyerang besi 10 Czech ini di tepi kotak penalti. Wasit memberi kartu kuning kepada De ligt.
"Itu kartu merah, itu kartu merah!" Schick memohon. Lalu VAR menyarankan wasit Sergey untuk melihat ke layar sisi lapangan. Setelah meninjau insiden , wasit Rusia itu memutuskan bahwa De Ligt sengaja menggunakan tangannya untuk menggagalkan peluang Schick untuk mencetak gol.Â
Lalu keluarlah kartu merah. Dan nomor 3 Belanda harus out. Lalu tampak, betapa nisbinya sportifitas manusia ketika teknologi menjadi mesin kebenaran. Â Selanjutnya hanya tersisa Oranje yang kehilangan warna di belakang, karena kehilangan pemimpin tembok bertahan .
Sejatinya, tanpa VAR pun, seorang wasit handal akan mengetahui bahwa De Ligt memang sengaja menepis bola dengan tangannya, tinggal bagaimana wasit dengan keyakinannya, bisa membukukan kartu kuning atau kartu merah, tanpa harus gonta-ganti kartu.
Tapi VAR telah menjadi pembisik, seperti pembisik presiden. VAR menjadi menakutkan bukan hanya pemain namun juga mengerikan bagi penonton. Adalah mungkin di masa mendatang peran wasit sepak bola akan digantikan oleh VAR. Tidak perlu lagi ada wasit dan tim garis, semua diatur secara visual elektronik. Dan kita menikmatinya bagai sebuah game elektronik.
Lalu pertandingan  Holland vs Czech yang semula indah pun menjadi kusam, dan mempertunjukkan kehebatan sepihak setelah menit ke-55, ketika gelandang Slavia Praha yang luar biasa, Tomas Holes, seakan memimpin pasukan Republik tak lama setelah kartu merah. Memberi serangan kuda besi yang batu termasuk assist kepada Patrik Schick untuk gol keempatnya dalam turnamen ini. Dan Holes memang sebelumnya terlibat pula dalam assist di momentum penentu yellow to red card De Ligt.
Franciscus de Boer dengan rekor 100% di babak grup, dan mencetak delapan gol sebagai juara grup, lalu memiliki tag sebagai sebelas favorit.Â
"Itu bukan permainan terbaik kami, itu jelas, tapi bukan berarti kami tidak mendominasi. Di babak kedua kami mengendalikan permainan dan menciptakan dua peluang, tetapi di level teratas detail olahraga menentukan permainan dan dalam satu menit seorang pemain tergelincir dan seluruh dunia kami terbalik.Ketika Anda merasa harus mencapai final dan tersingkir, itu sangat menyakitkan." Begitu kata De Boer usai dua kosong.
Teringat di jauh hari, betapa publik Belanda enggak rela ketika De Boer membawa Oranje 5-3-2 sebagai permainan "banci" dari "ideologi total football" 4-3-3 dengan tag "Wij zijn De Vliegende Hollanders", "We are The Flying Dutchmen". Â