Dengan basic sistem permainan 4-3-3, City memiliki empat bek tangguh, dengan 'center back' Ruben Diaz dan John Stones yang sudah terlahir alamiah sebagai duo pemimpin.Â
Kyle Walker/Oleksandr Zinchenko dan Joao Cancelo adalah 'flying back' yang lebih banyak bekerja di lebih separuh garis depan lapangan. Lawan harus berhati-hati dengan Cancelo, sang pencacah keseimbangan pertahanan kiri lawan. Palang terakhir adalah Ederson Moraes kiper langganan clean sheet.
Lini tengah City cukup istimewa, karena selain sebagai penyerang karena entah kenapa seakan selamanya Pep enggak pernah punya kemauan memiliki striker. Mungkin dia lebih memilih lini tengah yang memiliki fleksibilitas untuk melakukan transisi mulus dari 4-3-3 menjadi 4-4-2/2-5-3 pada tahap setengah lini serang dan 2-3-5 pada tahap sisa sepertiga lapangan atau area kotak penalti lawan, begitu sebaliknya.Â
Ini menyenangkan buat ditonton dan terlihat saat laga dini hari tadi. Maju dan mundur pasukan 'Pepness' tampak seperti gelombang ombak laut, rapih dan mengalun.Â
Rodrigo-Ilkay Gudogan-Kevin de Bruyne sebagai 'center of transversal' yang piawai menjaga alunan dengan jarak vertikal yang sama dan pendek, antara lini belakang dan lini depan sehingga tidak pernah kehilangan 'ball possession' saat memegang bola dan mudah untuk segera merebut bola saat kehilangan bola.
Khusus 'de kapitein' de Bruyne, sang manajer membebaskannya, sementara para anak buah sang kapten dengan senang hati mengkover segala keperluannya. Bila Kevin mau ke kiri, maka Cancello atau Zinchenko  akan mengisi posisinya, demikian jika Kevin mau ke kanan, maka Walker akan menutupnya.
Kalo 'The Citizens' mau bermain sesuka hati, mainlah bersama Kevin de Bruyne, maka bola akan mengalir dari kakinya menuju penerima yang memiliki hati yang paling pasti. Sepertinya kaki de Bruyne tahu ke mana takdirnya bola.Â
Selain operan bola yang eksentrik, dan gerakannya 'out of the box', tendangan ke jaring lawan selalu terlihat kejam. Paras mudanya dingin dan sangat provokatif. Pep Guardiola juga dikenal senang menggunakan 'false nine' saat menyerang dekat, Silva, de bruyne, Sterling, Foden dan Mahrez telah membuktikan kompetensinya.
Untuk lini depan sebenarnya tidak berbeda kualitas dengan tim lain. Foden- Silva-Mahrez  bukan penyerang yang seram seperti Mbappe atau Neymar. Hanya keahlian mereka adalah memainkan formasi palsu. Seperti Bernardo Silva di depan bisa bermain sebagai pengganti Kevin de Bruyne di lini tengah atau bahkan mengisi salah satu peran di sayap.
Vertikalitas dan penafsiran ruang yang digarap Pep Guardiola terlihat efektif saat pertandingan babak kedua kontra PSG subuh tadi, sehingga permainan PSG terlihat seperti menggunakan taktik kuno yang sudah obsolet, menjadikan bintang Neymar kehilangan sinar seakan tidak tampak di lapangan dan Mbappe menjadi cepat jenuh dan membosankan. Â
Lalu ketika Manchester City bekerja seiring  jurus-jurus 'Pepness' merata dan mulus dilapangan seperti, build-up yang tenang, bek sayap terbalik, transisi bentuk serang dan bertahan yang 'smooth', peregangan ruang, penguasaan bola yang sabar dan merebut bola kembali dengan cepat.  Maka sulit untuk tidak mengatakan Manchester City adalah juara Champions League 20/21. Awas Lo, Pep kalo kagak juara!