Perlahan, sampai lampu sorotnya mensiluetkan sosok seorang perempuan berjalan perlahan menyongsong ombak. Mendadak dokter Rodri membanting kemudi ke sisi jalan pantai, mematikan kendaraan dan berlari mengejar gadis yang sudah berjalan di setengah air.
"Heeii! Nona, tunggu!" Rodri berhasil menarik perempuan muda itu yang sudah berada di level dada.Â
Berbasahan Rodri menyeret tubuh nonik lunglai itu, yang sedikit mulai tersedak air. Hingga meraih pasir, Rodri mendudukan perempuan basah itu, menekuk leher dan menepuk punggungnya untuk memuncratkan air garam yang menyedak kerongkongannya.
Selesai reda, Rodri tampak murka melihat wanita muda menguburkan selautan.
"Nona, kau muda dan tidak pantas berbuat ini! Begitu konyol!" Rodri menghardik. Perempuan cantik itu semakin pias, matanya sayu ada linangan menatap laut.
"Maafkan. Aku hanya satu-satunya ombak dan dia memiliki banyak ombak, tetapi ombak hanya memiliki satu laut.." wanita itu seperti meluaskan kesedihan.
"Kalemlah Nona. Percayalah kau bukan satu-satunya"
"Ombak-ombak itu adalah dia. Aku satu ombak akan menyatu dengan dia dalam satu laut. Atau aku akan kehilangan.." perempuan itu menggeleng kepala indahnya.
Namun dokter Rodri sigap menjauhkannya dari ombak, lalu berjalan memapahnya dan mempersilakan wanita masuk mobilnya. Wanita menangis dan Rodri memutar balik memutuskan kembali ke rumah sakit.
"Tolong Alprazolam nol lima, Sus!" Rodri membimbing perempuan muda itu ke kamar inap psikiatri, diikuti suster membawa pil kecil. Perempuan setres itu mulai tenang tak menangis lagi dan mulai terlelap. Dokter Rodri SpJP menelpon untuk konfirmasi sejawat psikiatri dokter Andri SpKJ, untuk menangani wanita muda itu esok hari.
Hmmm.. hari yang cukup lelah, Rodri mulai mengantuk namun dia harus melanjutkan kehidupan rumahnya dan pulang.
***