Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jendela Cahaya

26 Maret 2021   23:08 Diperbarui: 26 Maret 2021   23:40 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Oberholster Venita dari Pixabay

Tanggal duapuluh lima Maret. Perempuan perawan itu menunggui rumput. Kata rumor langit, seberkas sinar akan jatuh di pekan ketiga. Susahnya menghitung cahaya yang tak pernah soliter. Itu sebabnya Luna menatapi rumput. Katanya hanya rumput yang bisa menidurkan cahaya.

Sehabis musim air yang lebat, cahaya akan memberkas di rentang Maret. Sementara Luna masih bersedih akan kepergian Februari yang terlambat mengabarkan  cahaya. Terlalu banyak bah mengurai tabir, seakan cahaya enggan jatuh di hijau. Luna akan menanti lalu memunguti di rumput  saat cahaya menyelesaikan hujan. Cinta itu begitu susah sehingga jalan terakhir adalah menunggu Maret, Luna mengeluh panjang.

Di bangku taman yang rumputnya terlalu hijau, seorang lelaki hadir mencari ruang. "Bolehkah saya duduk disini?". Luna menoleh ke lelaki tampan. "Tentu saja".
"Taman ini sudah menghijau, sayang sinar tak kunjung datang" Lelaki berkata.
"Apakah engkau juga penunggu cahaya?"
"Bukan"
"Lalu?"
"Aku penunggu jendela"
"Aku menunggu cahaya" Luna membalas.
"Aku tau"

Lelaki itu menambahkan tentang cahaya yang meninggalkan jendelanya berulangkali. "Cahaya berlalu dan kita tinggal" katanya.
Luna membersit senyum, bahwa cahaya begitu jauh, sangat panjang. Jendela lelaki itu  hanya menafsirkan bahwa orang berada di jalan yang diam sedangkan cahaya di jalan yang tak berhingga. Lelaki tampan mengangguk sambil membuka ranselnya dan mengeluarkan bingkai. Memangkunya seperti jendela.
"Apa yang kau harapkan?" Luna bertanya.
"Angin"
"Oh ya?"

Lelaki itu serius untuk bercerita bahwa dia sejujurnya sedang menanti angin dari kotak jendela. Katanya akan ada tanda ketika hutan menyentuh angin.
"Terus kau mau menangkapnya?"
Pria keren itu menolak. "Aku mau melihat perjalanannya dari jendela"
Lalu ketika ketika tanggal hari ini, cahaya pun datang merebah  memenuhi rumput . Luna yang rindu, bangkit dan berlari ke permadani . Dia membungkuk dan memungut setiap sinar kedalam botol biskit lalu menutupnya segera.
Pemuda itu tertegun. "Kau akan menyimpan dimana?" tanyanya. "Di tempat sunyi" jawab Luna. Lalu Luna memasukkan botol sinarnya ke dalam tas punggungnya.
"Kau akan berlalu?"
"Belum. Aku akan menunggu sinar sampai selesai"

Lelaki itu masih berpangku pigura. "Angin tak juga datang.." keluhnya, membuatnya seperti tertidur. Tak lama Luna menjawilnya ketika dirasa rerumputan bergerak seperti disisir. Lelaki ganteng tergugah dan melihat angin sepoi di dasar.
"Itu angin!" katanya sambil berdiri. Dia memasang jendelanya dan mulai memperhatikan angin yang naik. Tidak seperti dedaunan, tetapi hutan di sekeliling taman mulai bergerak dan angin naik hingga setinggi pucuk pepohonan. Terus naik melampaui semesta milik burung-burung.
"Dia sudah ingin berpisah!" teriaknya sendiri. Pigura jendela dipegangnya sekuat lengannya, seakan jendela ikut terangkat seandainya tangan tak kokoh. Lalu angin seketika berhenti, lelaki kembali duduk masih memegangi segi jendela.

Luna masih terpana, merasakan angin yang naik itu pergi kepada yang tak terlihat. Luna seperti tak mempercayainya.
Sekejap kedua terdiam ketika angin dan cahaya musnah. Mereka lalu berpandangan, seperti masa silam ada diantaranya. Lalu keduanya bertukar, Luna mengambil jendela dan lelaki itu membawa botolnya yang berisi sinar.

"Kau masih memerlukan sinar di bawah sana" bisik Luna yang merasa tubuhnya ringan sekali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun