"Ada apa?" Boim bertanya penuh duga.
"Mengantar sihir" jawab mereka kompak.
Boim tergagap bangun ketika diguncang istrinya. "Mimpi apa sih bos?" ledek istrinya. Bos diam tak menjawab. Dia langsung mandi dan gosok gigi lalu berdandan bersiap pergi ke rumah gadai. Dalam cahaya pucat supir Boim melaju tunggangan mewahnya. "Hari cerah ini, Bos" . Boim tidak menggubris, matanya hanya melihat jalan raya yang berwarna pudar.
Saat pagebluk begini rumah gadai padat, orang orang antre dengan protokol jaga jarak, cuci tangan dan jangan lupa pakai masker. Boim mengikuti rangkai barisan, dia mesti sabar. Beberapa orang mulai curiga memandangnya seperti pernah mengenalnya tapi dimana. Bos Boim membuat kamuflase seperti biasanya, memakai baju sederhana dan topi gombrong hampir menutupi seluruh jidatnya. Aman terkendali.
Sampai di urutan, Â nomor antrean Bos Boim pun disebut.
"Surat gadainya pak?" Nonik petugas memohon. Boim sedikit bingung untuk menjelaskan.
"Tidak ada Mbak, nganu.."
"Bapak ingat nomor suratnya barangkali?"
"Bukan begitu Mbak. Sebenarnya masalah nya, saya mulai melihat segalanya pucat, seperti menua apa..." Boim ragu-ragu.
"Tidak apa-apa, silakan terus pak.."
"Mbak tahu Karunia?"