Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY Mulai Memanaskan Mesin

9 Februari 2021   23:30 Diperbarui: 9 Februari 2021   23:46 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agus Harimurti Yudhoyono Sumber: BeritaSatu.com

Kudeta biasanya cepat, hitungannya tidak sampai matahari, sangat kilat, mungkin jam, menit bahkan sekon. Kudeta tidak pernah berhari-hari lalu berangsur pergi (fade away), apalagi drama, kudeta itu batu keras, jauh dari sinema harian. Misterius, tersembunyi lalu tiba-tiba merubah warna fajar, kudeta seperti hantu (ghost) yang memaksa biasa menjadi membiasakan tiba-tiba. Kudeta datang dari yang tidak nyata tiba-tiba di kepala. Kudeta juga bukan kaos sablon.  Bisa saja kudeta yang menggantung  perlahan-lahan menjadi kaudeta. Kudeta itu reaksi 'irreversible', reaksi satu arah, dimana hasil reaksi tidak dapat kembali menjadi reaktan.  Bila kudeta mengalami reaksi 'reversible', reaksi bolak-balik, dimana hasil reaksi dapat kembali menjadi reaktan, maka disebut kudeta-kaudeta.

Hingga saat ini sudah lebih dari satu pekan sejak AHY mengkonpers isu kudeta Partai berlambang 'Benz' ini, belum terlihat ekspose tentang gerakan per'kudetaan' yang advans, mirip waspada gelombang kedua Covid-19 sementara gelombang pertama saja enggak pernah nemu.  Semenjak presiden Jokowi melalui mensesneg Pratikno melisankan persoalan dalam, tanpa jawaban kertas, membikin 'kudeta' ini menjadi redup. Menjaga cahaya momentum 'kudeta'dengan mencuitkan bahwa KSPM sudah ditegur presiden, dari ketua bappilu PD, adalah hal biasa, buat gerakan pasukan 'babat alas' garis depan partai. Namun setelah itu apa cerita? Menunggu? "Kudeta' tidak bisa menunggu, dia akan mendatangi.  Jika tanpa semua, 'kudeta' bisa disimpan kedalam laci kerna 'size'nya kecil.

Tapi apa benar demikian? Kita bisa melihat sudut pandang lain dari anti sebuah kudeta yang pakem, yaitu bentuk anti-kudeta, yang terlihat sebagai kudeta yang berlangsung dalam gerakan lambat dan itu bergantung pada keberhasilannya, bukan pada tindakan yang menentukan, tetapi pada kelambanan yang sangat diinginkan. Ada ruang eksploitasi yang bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan kekuasaan dan ketakutan akan kehilangan dukungan, yaitu ruang image yang menunjukan bahwa ketika orang baik-baik tidak melakukan apa-apa, maka itulah kemenangan kejahatan.  Apapun, Agus Harimurti Yudhoyono sebagai pembawa gerbong Partai Demokrat sudah mulai memanaskan mesinnya, dimana gerbong lain masih 'bisnis as usual' dan masih memarkir mesin dinginnya. AHY telah mencuri start tanpa disadari kompetitor lain kecuali terolah dalam rasa feriferal seperti  heboh, mentah dan baper. Mungkin itu salah satu unsur yang bisa dikapitalisasi AHY untuk kesolidan partainya, yaitu 'kebencian' luar yang diamplifikasi dan teramplifikasi, menjadi vitamin gratis penambah militansi anggota partainya.

Pasang surut JKW-SBY memang bukan barang baru, sejak peralihan kekuasaan, dari persoalan kabinet transisi, perpu pilkada langsung sampai upacara pelantikan. Jual-beli pantun JKW-SBY, dari SBY tour de Jawa vs kunjungan Hambalang, kasus HAM Munir, 'lebaran kuda',  perihal Hoax , sampai perihal penyadapan dalam kasus Ahok.  Dan ini juga sudah merupakan suatu bentuk ikatan keduanya yang kelihatannya terus terjaga eksistensinya kerna ada politik 'advantage' yang bisa dipetik ,  bahwa inilah kisah pertautan paling intens antara seorang mantan presiden dan eksisting presiden yang pernah ada.  Namun sejak kepergian Ibu Ani Yudhoyono (1/6/2019),'komunikasi' keduanya lama terhenti. Hanya AHY dan EBY melakukan silaturami lebaran tahun lalu, sampai  isu yang berkembang sekarang ini. Lalu semua bisa  menjadi multi-tafsir bagi kepentingan 2024, bahwa dengan isu 'kudeta' Partai Demokrat oleh bos KSP Moeldoko, bisa berarti melemahkan kekuatan trisula oposisi PKS-PAN-PD. Namun jika dilihat terbalik, dengan terbitnya Moeldoko yang pemula di seberang  untuk kandidat RI-1, 2024 bisa berarti pula melemahkan partai koalisi. Dan betul itu, SBY yang sistematis dan terencana, melalui AHY  telah memanaskan mesin politiknya, sedang Jokowi yang biasa diam, akan menanti 'last minute' sebagaimana keahliannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun