Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mulai Serius Tottenham Spurs

6 Desember 2020   11:56 Diperbarui: 6 Desember 2020   11:59 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jose Mourinho-Pierre Emile Hojbjerg (Bola.com)

Ketika saya beberapa lama malas-malasan menonton bola apalagi menganalisisnya dengan kepala saya sendiri. Dimalam yang dingin di awal Desember ini, saya membuang waktu kerna pandemi  setelah bosan menonton film, politik, gosip, gimmick dan tontonan sedekah ratusan ribu untuk menangguk milayaran.  Saya mencoba ke alam lama dengan menonton bola, meskipun nonton bola itu berat buat saya, kerna saya sering sebel tidak bisa menonton bola santai seperti menonton filem.

Kepala saya otomatis mikir seperti sok jadi pelatih. Nah kebetulan kali ini saya menonton laga Tottenham Hotspurs melawan Chelsea  dengan skor akhir kacamata. Saya melihat betapa kedua tim sudah bertransformasi jauh, atau image saya yang sudah ketinggalan jaman? Saya sampai berkesimpulan 'ngasal' bahwa  Pasukan kaos putih 'Lily' menjadi seperti MU dan pasukan "The Blues Roman Empire" menjadi "Lampard Style".  Menarik enggak menarik, sih!

Mungkin saja saya salah, tapi ya, namanya pengamatan pribadi, jadi bisa berlindung pada faktor  subyektif saja. Setelah saya mengintip kekinian, bahwa ternyata Tottenham Spurs memuncaki sementara klasemen EPL, saya tidak heran melihat penampilannya malam itu. Terlihat dari review permainan makin serius Tottenham Spurs, ada yang berbeda dari Jose Mourinho menangani tim ayam pejuang ini, lebih sabar, lebih pragmatis, maksudnya dalam membuat instruksi ke pemain khusus. Seperti Harry Kane yang nampak bertransformasi dari nomor punggung 10 menjadi nomor 91/2. Maksud saya, dia seperti bisa malih menjadi nomor 9 lalu balik ke habitatnya di nomor 10. Kane melakukannya dengan cepat, halus, dan bagus, seolah menjadi Teddy Sheringham (9) lalu kembali menjadi Alan Shearer (10).

Demikian kehadiran 'central midfield' Pierre Emile Hjbjerg, yang saya baru tau dia pemegang tiga kali gelar talenta terbaik Denmark, yang berperan menjadi anchor tengah  seperti menjadi  degup jantungnya Spurs. Kali ini terlihat bukan menyontek jangkar Mou pendahulunya, Michael Essien atau Esteban Cambiasso.  Berikut ketika Tanguy Ndombele menjadi rigid dan menciptakan banyak bolong di lini tengah, Mou  katanya menambal dengan Giovani Lo Celso, pula tak berhasil melindungi rumput tengah untuk empat bek hebatnya.

Akhirnya dia memilih Hojbjerg, gelandang temuda Bayern Munchen yang sangat dihormati Pep Guardiola kala itu. Dan sang 'anchor man' yang lembut juga tak kenal takut ini segera menjadi kesayangan Mou. Hojbjerg  bakal akan ada disetiap space mudah, untuk di passing dan mempassing untuk menyerang, mengisi di setiap ruang kosong pertahanan, memenangkan duel dan 'tackle'.

Mitosnya sih, Hojbjerg seperti membawa map lapangan bola didalam sakunya. Isunya pula, Mou rela memundurkan gaya sepakbola tengahnya ke tahun 70an, kedalam era Franz Backenbauer, Socrates atau Anwar Ujang, yang juga kerap berseragam puith.

Di sisi lain Mou mulai bisa memompa Kane dan Son untuk lebih mengidentifikasi keahliannya masing masing. Kane tidak hanya khusus nendang ke jala seperti biasanya, melainkan juga menjelma 'nine false' dan Son tidak khusus sayap saja, tapi dia adalah pelari cepat Korea, persis seperti Park Ji-Sung pemilik tiga paru yang berjuluk "the three-lungs Park". Memang sekali lagi menurut saya,  ini based on pengalaman praktis seorang pelatih, yang berperan menetapkan kemajuan tim seperti 'Lilywhites'.

Namun Jose Mou tetaplah 'the special one' meski kerap terdepak, dan suka tidak suka kita mesti mengakui bahwa CV-lah yang berbicara. Dari pertandingan diatas, Spurs terlihat banyak bermain  bertahan di blok rendah dengan 5-3-2 sebagai transformasi konstruksi 4-3-3. Bentuk isolasi tengah dan pertahanan yang liat, membuat lapangan tengah bawah adalah milik Spurs. Dan yang saya lihat, Hojbjerg dan Sissoko mempertahankan jarak pendek kepada siapa saja rekan penerima bola, sehingga bola taktis mengalur seperti terlihat gampang aja.

Pola serang Tottenham juga mengikuti perubahan ketika melewati garis ekuator lapangan, bantuan penyerangan menjadi 4 penyerang, dengan Kane dan Ndombele sering segaris menjadi poros ganda, yang kerap menipu bek Blues, Kante,selain  juga mencipta ruang serang.

Dari Chelsea, Hakim Ziyech yang kepayahan terisolasi di kiri pertahanan Spurs, memang beberapa kali bisa menarik sisi kiri Spurs dan menciptakan lubang buat buat Reece James masuk mengumpan ke Tammy Abraham, namun belakang Spurs terlalu kompak. Selebihnya Chelsea banyak memainkan umpan diagonal yang membosankan, seperti jamannya Frank Lampard.

Saya melihat kayaknya perintah pelatih kepada Ziyech begitu kaku, kerna beberapa kali saya melihat Ziyech semasa di Ajax, nampak cair bebas memilih area  depan sejajar, sehingga skillnya yang menawan selalu mengancam jala lawan. Saya agak sendu, melihat Ziyech tidak nampak keindahannya lagi seperti di Ajax. Tampan dan 'stylish'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun