Pagi masih terbilang muda saya pikir. Kerna ruang apartemen saya berpunggungan dengan lintas terbit matahari, sehingga sulit menetapkan tepatnya pagi. Semua package sudah berderet rapi, saya pandangi sekali lagi sekeliling dinding, memastikan tidak satupun terlewat. Menanti taksi yang sedang on the way, saya menggeser dua kopor besar mendekat pintu. Menunggu.
Sudah ke berapa kali saya mengganti apartemen sewa, mungkin empat atau lima kali berpindah, malas saya mengingatnya. Ada sesuatu yang mendorong untuk melakukannya atau tepatnya ada sesuatu yang harus saya lakukan berkenaan dengan ini, perbedaanya teramat tipis.
"Kring!" piranti genggam menanda driver di bawah telah menepi. Â Saya segerakan mendorong sebisa tenaga lugage menyisi elevator turun. Serentak lift terbuka, driver sigap menyambut, menyeretnya dan meyesakkannya kedalam bagasi kendara yang masih menyala.
"Siap berangkat Tuan?" Dia menyapa sopan. Saya tidak begitu menyimak kerna menatap keatas untuk mengucap selamat tinggal kepada apartemen lama saya yang berdurasi singkat. Barangkali ini yang tercepat buat suatu kepindahan sejenis. Saya termangu. "Siap berangkat Tuan?" Driver mengulang. Â Saya mengangguk dan menyeruak ke interior penumpang mengambil posisi duduk. Lalu kendaraan melaju membelah jalan primer.
"Apartemen jalan sembilan, Tuan?" Driver bertanya lewat cermin. "Yup!" saya merespon singkat.
"Maaf, saya pikir bukankah apartemen jalan sembilan adalah serupa dengan apartemen Tuan tadi?" Saya tak menduga pertanyaannya. Dan saya hanya menatapnya lewat cermin depan sambil mengangguk, membiarkan pertanyaannya terlepas begitu saja, bersama lintasan jalan yang mulai ramai.
"Apakah anda menyukai malam?" Saya menanyakan suatu pendapat kepadanya.
"Hei, aku menyukai malam, Boss. Itu uang bukan? Heheh.. pertanyaan yang aneh" dia  tampak menyeringai.
"Anda tidak merasa malam menjadi masalah rupanya?"
"Sama sekali tidak, Tuan"
"Apakah anda suka berjudi?"