Kemarin Presiden Widodo resmi meluncurkan program bantuan subsidi upah Rp.600.000 per bulan. Seperti di ketahui bantuan ini ditransfer kepada 2,5 juta dari total 15,7 juta pekerja dengan gaji dibawah Rp 5 juta selama empat bulan.
Beberapa hari sebelumnya juga telah meluncur bantuan Rp. 2,4 juta setiap UMKM yang akan disebar kepada 9.1 juta pelaku usaha kecil dan mikro.
Sekaligus dalam penjelasannya presiden memamerkan bahwa pemerintah sudah menggelontorkan selama pandemi Covid-19 ini, berbagai bantuan mulai dari bantuan tunai, sembako, kartu pra kerja hingga subsidi listrik.
Dari sekian banyak bantuan pemerintah, tidak pernah terlihat bantuan bagi kaum lansia dengan kondisi pensiunan partikelir atau lansia dengan kondisi mengandalkan pesangon yang menipis, atau mengandalkan hasil warisan atau mengandalkan bantuan anak atau sanak saudara.
Para simbah ini yang termasuk saya, hanya bisa jadi penonton ketika bantuan pandemi ini muncul begitu masif lewat para mentri dan presiden sendiri.
Pikir saya, jangan-jangan gaek yang berusia diatas 60 tahun sudah masuk dalam kotak setengah setengah, sehingga tanggung buat dberikan bantuan, toh sudah magrib dan tinggal sebentar lagi. Mudah mudahan enggak lah yauw, soalnya bisa kwalat ku kolot, engke.
Bisa jadi karena kaum simbah ini sudah tidak produktif lagi, secara ekonomi hanya menjadi beban dan jika diberikan bantuan enggak jelas juntrungnya akan balik modal. Jadi dibiarkan saja secara alamiah makin mendekat ke tanah dan banyak berdoa, sudah dirasa cukup.
Padahal jika dilihat dari histori kematian Karena Covid-19 skala umur 60-80 plus, mendominasi persentasi terbesar. Selain dianggap sebagai handi cap, usia usur ini juga sekaligus sebagai “ganjal” viktimisasi atau secara baper bisa dikiaskan sebagai “ tuh kamu orang tua lansia bikin gede angka kematian Covid ajah!”.
Belum lagi pembatasan umur masuk mall atau toko bangunan modern yang sudah dilengkapi cuci tangan, termo gun atau thermo scan, para tetua 60 keatas diperiksa KTP nya dan harus out dari toko mereka yang nyaman ber ac.
Terus lebih parah lagi ketika uji klinis III virus Sinovac dengan batasan usia 18-59 tahun yang kelak nanti di 2021, dengan prediksi produksi masal juga tidak diperuntukan bagi simbah yang berusia 60 keatas.
Nasibnya lansia ini menjadi luar biasa blaur dengan keputusan medik maupun finansial, kerna selama ini belum pernah ada dilakukan uji coba klinis kepada orang tua berumur 60 tahun dan diatasnya. Berhubung katanya sih, “imunosenesensi” yaitu berkurangnya fungsi sistem kekebalan seiring bertambahnya usia, alias rentan terhadap penyakit menular.