Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Suara-suara Serangga

8 Agustus 2020   22:06 Diperbarui: 11 Agustus 2020   21:01 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh StockSnap dari Pixabay

Kadang saya hanya bisa termenung memandangi pohon yang selama ini saya kagumi begitu gagah, kini mulai terlihat seperti orang yang terhuyung kepayahan diterpa penyakit akut. 

Sementara telinga saya tak henti mendengar suara gemeretak yang dibuatnya, seakan suara itu mengirim jauh kedalam otak saya akan tanda atau peringatan mendekatnya akhir cerita sang pohon tercinta. 

Dan suara gemeretaknya memang sangat mirip denga detak jam, yang memiliki efek tunggal di tengah malam, ketika semua suara lain terbungkam disaat segala hal telah tertidur. 

Serangga itu tak pernah tidur, benar-benar hanya bekerja mengetuk ngetuk batang pohon terdalam dengan rahangnya yang keras dan bahkan rakus memakan jalannya sendiri.

Meski merasa cemas di saban malam tidur saya, saya masih saja mengambil kesempatan menatap pohon gagah saya yang terlihat menghitam di sapu malam lewat jendela kamar. Seakan memberi semangat untuk tetap bertahan dari gempuran serangga dahsyat itu, meskipun saya tau bahwa spirit itu sudah semakin pudar.

Waktu pun berjalan tanpa terasa karena saya sudah menjadi terbiasa dengan ketegangan ini, sehingga tidak begitu merasakan lagi ketegangan di setiap malam.

Namun suara suara serangga itu semakin menggemakan irama tajam detak persis suara detik jarum jam sehingga hampir setiap malam mengganggu tidur saya dan membuat saya semakin lemah. 

Terlebih melihat pemandangan sehabis senja selesai, bayang lembayung pohon kehidupan saya semakin memucat menjadi lebih pekat ke warna malam, mendahului waktu petang yang masih sibuk mengguyur warna ungunya. 

Kadang saya pikir sudahlah menyerah saja, ketika menyadari ketrampilan seranga serangga itu yang sudah berhasil menempuh kedalaman masif di batang pohon saya. 

Kelihatannya para makhluk bersuara gemeretak ini sudah mulai bersiap memilin lewat taring-taring halusnya, merasuk ke inti dari pepohonnan saya ini, tinggal memeras serabut terdalamnya, setelah itu selesailah sudah. 

Saya sendiri mulai kerap tertidur semakin lemah memikirkan pohon itu, sambil menatap detik jam yang kayaknya semakin menyurut intensitas suaranya. Hingga di suatu malam seperti melayang, telinga saya terasa kedap dan sudah tak mendengar lagi detik jam dinding yang menggantung di kamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun