Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saya, Anak, dan Ulangan Online

2 Mei 2020   14:20 Diperbarui: 2 Mei 2020   14:21 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sendiri merasa gimana gitu, ketika membuka portal apa saja, bahwa hari ini adalah hari pendidikan nasional. Padahal baru kemarin saya garuk garuk kepala dilanjutkan dengan tepok jidat, menyaksikan anak saya kelas satu sma, mengerjakan ulangan salah satu pelajaran mipa dikamarnya.

Dari soal berjumlah lima belas dengan waktu satu setengah jam,  sehabis rampung, dari result yang tertera, ada beberapa temannya yang bisa menyelesaikan dalam waktu 24 menit dengan nilai seratus.  Anak saya dapet punten 87, dan ngomel ngomel ke saya, kenapa temannya banyak yang seratus, dan dia cuma segitu, itu juga rasanya babak belur mengerjakannya menyedot hampir seluruh waktu 90 menit. Anak perempuan saya yang pinter (begitu pengakuan dirinya), terpaksa saya elus elus menenangkan, supaya bisa menelan kenyataan ulangan onlen ini.

Saya bapaknya sebenernya rada males membahas apalagi nulis tentang beginian, kerna berkali sudah saya tekankan ke anak saya yang ayu itu, bahwa satu satunya jalan berhasil ya belajar dan latihan dengan rajin dan sungguh sungguh. Kalo nilainya dia rasa jeblok ya harus evaluasi mana salah dan kurangnya untuk berusaha lebih keras. Itu saja.

Banyak rayuan memang dalam PBM (proses belajar mengajar) kita selama beberapa dekade ini, yang kalo diladeni malah bikin siswa limbung terbawa romantisme atau ikut arus yang mengalihkan keteguhan dasar bahwa hasil yang baik ya belajar dari diri sendiri.

Dari yang sekarang, Merdeka belajar, kurikulum yang mengekang, guru dibebani adminstrasi yang enggak jelas, guru penggerak Indonesia maju, terakhir saat pandemi ini, guru harus berinteraksi dengan murid belajar dirumah saja, UN dihapus dll.

Tapi saya yang cukup setia mengikuti gerak gerik PBM anak saya itu, enggak pernah merasa sekolah nyangkut dengan segala gebrakan program, pidato ataupun quote diatas. Biasa aja, bisnis as usual, enggak ada perubahan. Sekolah favorit tetap saja favorit dan medioker tetap saja medioker, life goes on saja, enggak ada misalnya sekolah medioker berubah menjadi favorit, gurunya cerdas muridnya pintar. Jadi intinya yaitu tadi belajar aja yang rajin enggak usah terpengaruh sama jargon atau quote yang malah mengalihkan konsentrasi siswa.

Banyak hal hal sederhana seperti cerita tentang ulangan anak saya diatas, belum lagi pengajaran yang cuma dilempar masuk ke komputer anak saya di kamarnya lewat youtube yang tipikal tanpa interaksi dengan guru aslinya. Lagi juga soal soal ulangan yang kadang copy paste atau asal comot, yang mungkin tanpa dikaji terlebih dulu, sehingga ada soal yang tanpa jawaban atau soalnya yang salah. 

Ada juga soal yang sama yang diujikan ke kelas yang berbeda dengan hari yang berlainan. Ada juga system soal yang baik seperti games, soal yang muncul hanya per setiap nomor dalam waktu tertentu lalu terhapus dan berganti ke nomor berikut.

Ada juga soal yang memperlihatkan seluruh nomer sehingga bisa di potret semua. Perihal situs yang digunakan baik portaldik atau google atau lainnya , sebenarnya tidak menjadikan masalah menjadi upset, jadi muara dari pengajaran ya pengajaran itu sendiri, bukan sarana online atau offline. Ruhnya harus sama, misalnya keamanan atau aturan main ulangan di kelas mestinya sama dengan online.

Saya pikir banyak hal yang sederhana tapi perlu kreatifitas dan enggak malas dari pendidik sehingga menghindari siswa nyontek atau mau enak sendiri, menjadikan siswa terbiasa lebih mandiri dan percaya diri. Kalo mau dicari sebenarnya tinggal nyerok, untuk membuat sekolah, guru dan murid menjadi cerdas dan kreatif dari hal hal yang common atau sehari hari, tidak  perlu larut dalam slogan slogan tingkat tinggi yang indah dan gebrakan menyilaukan tapi enggak jelas juntrungnya pada aplikasinya.

Guru bisa  belajar dari sesama guru dari sekolah favorit, dan mau berkembang keluar dari patron guru misal sebagai pegawai negri atau asn yang berbau feodal. Interaksi yang kuat dengan orang tua murid dalam arti positif juga hal yang cukup simple, dan efektif dalam menaikkan mutu anak , guru dan sekolah. Abaikan saja orang tua murid yang kadang offside carmuk, nyogok atau sok pejabat, demi kemajuan kolektif bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun