Mata Jon berkaca sehingga aksara di jendela gajetnya buram tak terbaca. Hingga embun mata tak lagi bertahan meleleh, membuka tatapnya sedikit jelas. Membaca wa dari istrinya Sue yang sedang opname sakit.
"Mas, aku mau kamu buatkan lukisan matahari" begitu kalimat yang terbaca. Jon terpana membaca bersamaan dengan apa saja yang serta merta terlintas di benaknya. Mata basah Jon menerawang khawatir, musabab hari belakangan ini Sue kadang memohon pinta yang tidak lumrah.Â
Mengusir segala firasat jelek, Jon membalas. "Untuk apa gerangan Sue, sayang?" Namun jeda cukup lama tiada jawaban, bahkan tanda contreng dua pun belum tertera. Jon resah, sambil memandangi beberapa lukisan yang belum sebagian mengering. Jon memang pelukis. Dia seniman lukis yang baik, bukan kacangan atau kaleng kaleng. Dari model rambut gondrongnya juga memberikan tanda bahwa dia itu bukan seniman setengah mateng. Tapi ya sudah, ndak penting juga dibahas kali.
Masih mencari ide soal lukisan matahari buat istrinya, Jon berimajinasi tentang matahari penuh yang bersinar dilangit, menerangi tanah bumi. Dia mengambil kanvas berukuran kecil, bukan apa, agar mudah menyelundupkan ke kamar perawatan isolasi Sue, belahan jiwanya. Seterusnya, beliau sudah larut dalam kebatinan lukisannya, menggoreskan seluruh energinya buat menggambar matahari berona campuran kuning, biru dan kelabu.Â
Bersamaan dengan usainya 'trance' kerja lukisnya, Jon membuka wa jawaban Sue yang terbaca, "Lukisan kan ku tempel di dinding kamar sal, mas ku". Jon segera mereplai dengan rasa trenyuh "Baik manisku, besok terpagi kan ku sampaikan". Â Bergegas Jon mengeringkan lukisan matahari purna dengan 'hair drier', lalu membingkainya dengan artistik dan membungkusnya kalem.
Pagi buta Jon sudah ngegas. Motor antiknya mulai 'hot' siap terbang menembus jalan berliku menuju rumah rawat Sue. Dia berpikir secepat pagi untuk mendeliver lebih cepat dari ojol, kerna dia membawa 'matahari' pesanan istri tercintanya.Â
Tiba di pintu ruang negatif peraturan adalah ketat, menjaga jarak, memakai masker dan cuci tangan, sehabis terlebih dahulu ditembak dengan thermometer pistol. Jon terhentikan, oleh petugas medik, untuk menjauh  ke ruang tunggu. Namun serentak Jon mengulurkan lukisannya guna disampaikan ke istrinya. Sang petugas mengangguk, meraih dan menyemprot desinfektan peroksida untuk meyakinkan steril.
Lama Jon menanti, belum bisa menampak Sue. Di dalam termangu, Sue mengirim wa begini, "Dah trima gambarnya. Matahari yang bagus, masku". Jon senang, dan membalas "Bahagia".
"Sudah ku gantungkan di dinding, sayang" lanjut Sue. "Terima kasih" tulis Jon. Â Lalu Sue menceritakan setelah Jon meninggalkan rumah sakit untuk makan siang yang disatukan dengan sarapan. Bahwa lukisan mentari yang tergantung di kamar isolasi membuatnya percaya akan kehangatan seperti mengalami hari hari yang normal. Terlebih saat para perawat menceritakan bahwa diluar itu adalah hari, Sue bisa merasakan kehangatan sinarnya dan itu amat menyenangkan.
Merasa teririslah kalbu Jon, namun beruntung ketoprak yang disantapnya telah tandas. Dan dia termangu, sampai bel hape berbunyi. Sue video panggil, wajahnya pias. "Hai, honey" Jon mencoba menenangkan.Â
"Aku mau gambar lagi masku," Â Paras Sue kembali memohon