Ujian nasional tidak akan dihapus hanya disetip lalu dicarikan subtitusi lain yang tidak membebankan siswa dan guru, yang lebih merepresentasikan pencapaian nilai aspek yang bukan glondongan. Barangkali mayoritas akan akur dengan go to hell UN. Â Sejarah Ujian Nasional mesti diakui adalah berangkat juga dari kesetaraan yang ingin dipacu secara nasional, dengan level ujian sekolah yang partisan.Â
Sebelum mas Mentri pendidikan mencabut UN harus dipikir dahulu bahwa ujian itu enggak pernah salah, ujian itu enggak ada matinya. Apalagi ujian nasional itu suci, karena UN adalah alat pemersatu pendidikan, bahkan lebih mulia dari alat pemersatu yang lain. Dari berbagai cara, tingkat mutu, maupun proses belajar mengajar yang berbeda beda, bisa dipersatukan menjadi satu level pemahaman yang komprehensif dan aplikabel untuk jenjang pendidikan diatasnya.
Jika dulu siswa lulusan SMA yang bisa lolos ITB, tidak serta merta siswa  di ceburkan ke jurusan peminatan. Mereka di matriks alias di aduk supaya rata kepalanya hasil  endapan SMA nya, kedalam semester matrikulasi. Ini adalah ilustrasi bahwa kita boleh berbeda tapi arahnya enggak boleh ngawur, mesti tegas dan jelas mau kemana.
Jadi mengutak ngatik UN itu, maaf, agak kurang kerjaan. UN Â itu dibuat dengan strata langit, level tinggi. Kalo silat diolah di padepokan butongpai, merupakan resep sakti bukan resep kuliner ece ece, doyan makan atau bikin laper. Â Jadi UN itu ujian dari pelajaran kitab baku, bukan kitab comot sana, comot sini, atau portofolio yang melebar enggak jelas, bukan pula otodidak wiro sableng. UN itu panduan dan pelita ke jenjang lanjut.
Terlalu terhenyak tanpa mengerti artificial intelegence, membuat kita mencap UN itu beban, penjajah atau apalah yang membuat kita tidak merdeka. Justru mas Mentri salah duga jika demikian. Â Justru UN itu yang memerdekakan kita dari arah pendidikan yang acak adul, dia menuntun ke jalan yang benar, membuat lempeng pendidikan dari politisasi, nepotik, dan otonomi daerah yang membelenggu puluhan tahun.
Jadi bukanlah salah bundo mengandung, jika anak durhaka. Ibu pendidikan adalah ujian untuk kedewasaan dan kebaikan. Jika salah sistem pendidikan jangan salahkan UN. Sekolah, guru, diknas, pemerintah, mestinya menciptakan satuan pendidikan yang bermutu setara. Jangan teriak bubarkan UN, jika guru jarang mengajar, murid membolos, diknas studi banding, sekolah tidak favorit, banyak jam kosong, banyak tugas bodong, guru kerja administrasi, lalu bilang bubarkan UN. Enak aja. Pergilah mencontoh sekolah favorit, guru yang sama, murid yang sama, diknas yang sama, tapi mereka siap apapun termasuk menghadapi UN sebagai jalan kemerdekaan bukan penjajahan.
Kerna memilih cara gampang adalah ciri kita. Seperti zonasi memilih pemerataan mutu dengan menarik kebawah mutu satuan pendidikan yang  tinggi, tidak menarik keatas satuan pendidikan yang rendah. Serupa dengan pemusnahan UN, adalah cara gampang daripada menaikkan mutu sekolah yang kebanyakan dibawah rata rata level nilai UN. So, upaya meningkatkan mutu sekolah adalah lebih keren ketimbang memusokan UN. Sehingga ketika mutu sekolah tinggi, UN itu cemen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H