Saya teringat akan temen saya yang jenius kumlaud di institut teknologi berseloroh  banyak unicorn dan startups yang menjadi kuda lumping dan shut-and break-down seperti WeWork atau Pets.Com, Boo.Com di tahun 2000. Ini memang terkait, ketika penempatan Nadiem Makarim bekas bos Gojek banyak mendapat nilai macem macem, plus meme rame.
Bekas petinggi bisnis teknologi pemula (start up) ini ditunjuk Jokowi sebagai menteri Pendidikan. Pasti saja kejutan, mengingat hikayat dari sosok menteri pendidikan adalah profesor yang kenyang di kancah pendidikan.
Lalu apa yang menjadi motif  Jokowi  dengan penunjukan Nadiem? Apakah penunjukan CEO unicorn dijadikan menteri pendidikan itu adalah bentuk keberanian untuk menerapkan revolusi pemikiran yang cemerlang. Sejalan cahaya cemerlang perusahaan teknologi Gojek? Inikah out of the box Jokowi memilah menteri yang juga out of the box,yang bakal menghasilkan pendidikan yang out of thebox. Apakah ini semacam pertaruhan out of the box  yang bisa terjerumus kedalam out of the brain?
Baru kemarin saya baca pula bahwa Tink Labs, startup pertama bernilai miliaran dolar Hong Kong yang didirikan oleh pengusaha berusia 25 tahun Terence Kwok akan ditutup setelah diam-diam memberhentikan hampir semua karyawannya?
Bahwa 70 persen perusahaan teknologi pemula gagal di sekitar 20 bulan setelah peningkatan pendanaan pertamanya? Bahkan startup perangkat keras statistiknya sangat brutal, dengan 97% perusahaan benih  (crowdfund) akhirnya mati atau menjadi zombie.
Saya baca lagi Dropbox  (nilainya 10 miliar dolar) yang menggunakan perangkat komputer harus berinovasi ketat menghadapi intervensi Apple dan Google yang mengemas Clouds file didalam gadget.
Apakah pertimbangan Jokowi memilih Nadiem Makarim berdasarkan kompetensi dari seseorang yang cerdas yang setara dengan menemukan makhluk mitos seperti unicorn? Bisa jadi. Dikala suatu ruang skala berada didalam biaya pengelolaan keuangan yang salah. Â Seperti pendidikan nasional kita dengan input biaya super besar tidak mendapatkan output SDM yang mumpuni dengan segenap kurikulum yang kerap dipermak mengejar mimpi lompatan kuantum.
Graduate yang simpang siur kompetensinya, yang bisa bekerja dibidang apa saja, tanpa wadah atau asosiasi yang mensertifikasi kompetensi. Seperti contohnya banyak sarjana teknik lari bekerja di bank atau manajerial untuk mengejar wage atau upah besar, yang  juga mengisyaratkan bahwa kekayaan dibidang pengetahuan keteknikan kurang diakui. Link and match menjadi miss match antara produk pendidikan dengan pasar, sehingga efisiensi penyerapan SDM menjadi rendah atau undergrade.
Banyak yang mempertanyakan , apa pengalaman dan kiprah Nadiem di pendidikan? Jawaban sarkasis adalah sekolah dari tk sampai kuliah. Bahkan yang lebih kejam lagi adalah, apa motif mendudukan CEO unicorn sebagai menteri pendidikan adalah pencitraan atau tulus hati? Â
Saya pikir seorang unicorn adalah sosok yang revolusioner dengan budaya inovatif  secara konstan mengantisipasi perubahan, identifikasi peluang dan menemukan cara murah untuk menguji inisiatif peluang, terus menerus berada didepan para pesaing. Kalo enggak begini, perusahaan unicorn akan masuk post mortem.
Nah, barangkali nih, the young Makarim sebagai menteri pendidikan,  diharapkan menerapkan revolusi pemikiran mitos  kuda poni bertanduk itu.  Dan biasanya revolusi menelorkan perubahan yang besar, mendasar dan cepat, dan tentu saja dengan biayanya yang besar.