Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tamu Singkat

14 Oktober 2019   21:57 Diperbarui: 16 Oktober 2019   17:40 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau tau hari ini pastilah belum jatuh siang. Aku sendiri dan sedang menantikan kunjungan singkatnya.Lupa! Hari hari apa saja kulupa dan kupikir tak perlu amat amat mengingatnya. Bahkan hari  dan jam sekarang ini aku tidak kopen. Tapi kamu benar, waktu terik belumlah jatuh, jadi mungkin sekitar lewat sedikit fajar, namun emoh kepagian ya? Tidak enak sama tamunya! Kerna biasanya, dia tepat waktu meski beberapa menit bergeser sebelum maupun sesudahnya. Kupikir.

Memang enggak saban hari, tidak pula dua atau tiga hari sekali, paling tidak seminggu sekali dua, dan itu random jadualnya. Makanya setiap waktu begini, hatiku berdebar menantinya, sang tamu yang pasti tiba, namun tak tetap di hari dan waktu. Muaahh.. inilah yang membikinku rindu pada lebih menanti waktu, daripada sang tamu itu sendiri. Sehingga terasa begitu tipis, apakah rindu waktu, apa rindu dia? Wahai tamu singkatku. 

Kau belum kujelaskan ya? Perihal tamu sumir ini, mengapa singkat? Kerna hanya tak lain, waktu kunjungannya yang begitu pendek namun menyenangkan, lucuh dan wow! Begitu berkesan? Enggak juga, tapi memukau. Begitu mangstaap? Enggak juga, tapi dia, sang tamu yang, begitu lembut dan halus. 

Dan tanpa terasa waktupun berjalan mendekat sementara aku masih menanti dengan hati gelisah, hingga akhirnya tertangkap suara ketukan pintu  depan yang terdengar sayup. Menghentikan gundahku, kerna memang demikianlah selalu ketukan permisi itu, terdengar pelan dan berjeda, mirip seseorang yang lelah mengetuk lunglai.  

"Masuk!" suara kerasku menyilakan, juga menegaskan diriku sebagai tuan rumah yang berani. Kujelang pintu muka yang tak terkunci dan membukanya. Tanpa kata sang tetamu berkelebat cepat memasuki ruang tamu depan, begitu lekas menerpa sehingga tak kulihat kakinya melangkah, apakah memang tanpa kaki? Ah! Aku selalu tertinggal mata, kerna tamu istimewa ini begitu menyegarkan dan melayangkan bukan saja fikir namun juga pandanganku.

"Silakan duduk" kedua lenganku menjulur kemuka sofa, menyilakan dengan santun. Seperti biasanya, dia hanya membelai beledru sofa kursi tamu, seakan dia mengatakan "Perjalananku masih panjang, biarlah udara menjadi tempat aku bersandar!". Dan aku mengangguk mengakuri.  Pikirku dia letih nian, sehingga kubayangkan tiada tulang yang mengikatnya ketanah, dari tubuh yang lunglai itu. 

Mengingat selanjutnya yang kutangkap adalah suara yang bukan bicara bahasa, tetapi seperti bunyi burung burung yang bersesak didalam semak semak berbunga lembut, diseling oleh bunyi dengungan ramah. Lalu sang tamu tak hanya menyusur ruang tamu melainkan pula ruang tengah hingga menerobos ruang makan rumahku.

Aku mengikuti saja, sambil berharap dia dan aku menyuguhkan suatu obrolan ringan, namun dia tidak punya, dia tidak punya pidato nyata.  Hanya saat dia melewati penyempitan lorong antara ruang tengah dan ruang santap, dia membuat suara musikal, seperti napas yang kita dapat ketika kita meniup dengan ringan ke dalam botol. Menyenangkan!   

"Tinggallah sekejap lagi!" aku memohon dari belakang sosoknya, ketika mengetahui bahwa kunjungan singkat ini segera berakhir. Dan dia tak menjawab, tapi aku merasakan pamit dari lambaian yang kurasakan seperti usapan  lembut disekujur wajahku. Sejuk dan menenangkan.

Setelah melayang sebentar, dia mengetuk lagi, untuk keluar pintu, yang ketika melewatinya, kurasakan semua bergetar  lalu dia pergi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun