Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah Sepi dari Jalan

8 Oktober 2019   12:38 Diperbarui: 8 Oktober 2019   12:50 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah yang cukup besar itu selalu sepi. Apalagi letaknya yang jauh dari jalan. Ada beberapa rumah serupa dengan jarak yang cukup lebar, yang juga sama menampilkan lebih banyak kesunyian. Lampu merkuri tepi jalan tak berdaya menjangkaukan sinarnya, sehingga rumah itu lebih benderang karena cahayanya sendiri.  

Dari beberapa, ada satu rumah yang lebih sunyi dari lainnya, tampilannya pun sangat berbeda. Dari konstruksinya terlihat lebih dominan unsur kayu daripada beton atau logam besi. Begitu juga dari sudut desain, komposisi pintu yang lebar dan jendela jendela besar yang menggantung rendah mengisyaratkan  keramahan mengundang atau bisa pula apa adanya, atau what ever lah. 

Sementara serambi yang besar yang ditopang beberapa balok kubus menambah kesan mempersilakan sosok pengunjung, terserah mau sosoknya terlihat penuh atau sebagian, tinggal memanfaatkan balok besar penyangga buat sembunyi atau bermisteri diri. Silakan saja.

Pohon rimbun di pekarangan depan juga menambah kesan alamiah apa adanya, dedaunan rindang menyentuh tanah  mengundang orang untuk hanya rehat sejenak atau leha leha sambil meneropong keadaan dalam rumah. Siapa tahu?

Dan betul saja pemirsa, di menjelang malam sempurna ini, terlihat dua sosok mengendap masuk pekarangan, kelihatan nya dua perampok sedang merayap memenuhi undangan rumah sepi dari jalan ini. Meraka berhenti tepat di rimbun daun hitam halaman. Salah satu dari mereka memberikan alat dongkel, sedang satunya lagi standby mengawasi pembawa cungkil sekaligus celingak celinguk sekitar.

Tiba di tepi jendela rendah, si pencukil mengintip kedalam kamar  guna memastikan penghuni terlelap sukur-sukur mendengkur, grok, grok, grok!

Dari jendela yang ternyata tidak terselot terlihat bahwa kedua penghuni satu lelaki dan satu perempuan tertidur maut. Serta merta kode jari diacungkan untuk menarik satu anggota tadi yang ndodok di bawah rindang malam.

Duet rampok itu saling mengangguk, dan cepat berlari mengitar rumah menuju bagian belakang, persis sama dengan SOP burglar yang merincikan step by step pencurian, spesialisasi pencurian rumah. Menjumpai pintu belakang yang tertutup namun tidak terkunci, semakin memudahkan operasi duo rampok ini. 

Berjingkat mereka memasuki ruang belakang yang ternyata sebuah dapur yang cukup besar.  Suatu dapur yang tertata dengan rak piring, sendok garpu dan tetek bengek yang tidak lagi modern dengan kuantitas yang minim pula. 

Sedang di meja makan dapur hanya tergeletak dua buah kacamata kuno yang terbaring dan selembar almanak yang terbuka.  Meja makan yang bertuliskan posisi nama, serbet yang masih menganga juga bertanda sepasang nama, bahkan kesetpun disebutkan nama.

Duo perampas ini mulai sedikit hilang godaan, namun harapan menemukan suatu hasil perampasan yang bernilai masih terbersit, dengan melangkahkan jingkat berdua memasuki ruang tengah, ruang keluarga. 

Seketika wajah keduanya berpandangan kecut berbarengan mengangkat bahu, ketika melihat perangkat televisi tua dengan model yang masih gemuk, setumpuk majalah lawas dan kotak jahit kusam warna dan beberapa hiasan dinding seperti sendok perak, gambar pemandangan dan foto foto anak kecil dan orang tua.

Sekotak perhiasan purba terlihat menarik hati duo alien ini, bergegas tak sabar mereka membukanya mudah kerna tidak tergembok. Terlihat di kedalamannya hanya berisi bros kuno dan anting anting mutiara mentah, selebihnya hanya manik manik, dasi dan pinset tua untuk lengan hem lelaki.

Tak ada yang bisa menjadi buah tangan illegal yang berharga! Satu rampok berbisik mengeluh. Perampokan ini berhasil tapi tidak kaya. Membuat kedua perampok serius ini salah tingkah, bagai badut atau the joker. Sehingga pada akhirnya mereka terpaksa memungut apa adanya saja, seperti bros kuno, sendok makan antik dan cangkir kopi.

Selanjutnya duo desperate ini harus mempersingkat  kunjungan tanpa permisi ini. Bergegas melewati ruang tamu membuka pintu yang tak terkunci dan meninggalkannya dalam keadaan terbuka. Bergeleng kepala terus menerus kembar peak ini berlari menjauh dan cepat menghilang daripada runyam terkejar fajar.

Ayam jago berkokok, si lelaki mengangkat tubuhnya  dari ranjang perlahan melangkah ke ruang dapur guna membuat kopi pagi, namun tak ditemukannya mug kopinya sehari-hari. Ah! Barangkali istrinya lupa meletakkannya di mana?

Langkah selownya berlanjut ke ruang tamu mendapati pintu muka terbuka lebar. Tak ada rasa terkejut di rautnya yang biasa saja. Perlahan ditutupnya pintu sambil bergumam. Ah! Lagi lagi aku lupa mengunci pintu. Sementara sang istri ternyata sudah pula bangkit dari pulasnya dan langsung ke dapur.

"Kau lihat sendok antik makanku, sayang?" Serunya. 

"Tidak, sayang!" Suami menyahut. Ah! Lagi lagi ku lupa menaruhnya. Keluh perempuannya sambil menengok kotak perhiasannya yang terbuka. Ah! Lagi-lagi aku alpa menutupnya, keluhnya sambil merapatkan kembali kotak hiasnya.

Dan selanjutnya sejoli lansia itu, perlahan menjalani satu hari lagi layaknya kemarin, tanpa kejadian suatu pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun