Nita mengusap usap perut buncitnya. Tendangan didalam mendenyutkan permukaan kulit perutnya. Dia merasa bahagia sekaligus nelangsa. Makluk kecil anugrah yang sebenarnya sudah dinantikan. Meski penuh kontroversi dan pertarungan di sebelumnya. Â Nita memutuskan menceraikan Koplo, sang suami yang kurang bener, yang sering miring dari kehidupan lumrahnya suami istri. Meski Nita cinta berat, Koplo emang udah engga bisa ditolerir lagi. kebiasaannya serong, serong kiri, serong kanan, sudah minta ampun.
"Kamuh itu playboy seumur hidup" kerap Nita merajuk kepada suami gantengnya. Koplo bisanya nyengir. Dia payah emang, meski ganteng dan pengusaha kaya, dia engga komit.
"Tapi kamu juga engga lurus lurus amat, eloch!" Koplo kerap mengingatkan sepak terjang Nita dikelaluan.
"Emang orang mo gitu terus? Kan kagak! Gue mau berubah tauk?" Nita super esmosi kalu diungkit kayak begituan. Bahasa binatang yang enggak mungkin pengarang amatiran ini tulis, biasanya keluar semua dari bibir merahnya yang ranum.
Dipikir emang agak susah, dua hati memadu kasih dengan latar belakang yang sama miring, satunya dah mo insap satunya masih moncer ajah, akan memakan masalah yang instan memicu konflik horizontal yang tak berujung.
Itulah, Nita memutuskan cerai, demi perubahan kedepan, demi juga sang jabang bebi. Dia terbiasa berjuang sendiri untuk hidupnya yang memang sudah cukup tajir dari gemerlap panggung yang dilakoni.
"Tapi nanti cuma aku sama kamu nak? Hu hu hu.. bapak nakal..huhuhu.." begitu Nita mewek, kala hati tegarnya  ngedon. Benci bangets sama si kamoh, tapi masing cintah, neh. Begitu yang kerab ditulis netijen maniak di medsos.
Tapi Koplo adalah Koplo, meski telah hidup separate, Dia tetap memonitor progress kehamilan Nita. Dia masih  mengirim pake ojol, seperangkat perlengkapan bebi, sebagai bentuk atensi dan responsibility,  barangkali semacam CSR, maklum namanya pengusaha, yakan?
Namun hal ini tidak membikin Nita sumringah merasa diperhatikan, dia malah muntab. Paket lahiran bebi yang baru mendarat dimuka pintu rumahnya, langsung dibuang ke jalanan. Sakit rasanya! Berbeda dengan tukang ojol pengantar dan tukang cendol yang kebetulan lewat, mereka berdua berebutan memungut berkah ini.
"Sabodo!" cercap Nita menutup pintu rumah elitnya.
Dan Nita semakin manstaf (perasaan sekarang dah jarang ada komens manstaf lagi? Kemana yak?), akan kehidupan mandirinya tanpa lelaki brengsek.