Aku berdiri diantara kamu dan lelakimu. Yang seperti kata Iwan Fals, aku lelakimu.Â
Aku cemburu, seperti suara lengking Once Mekel dialunan ingin kubunuh pacarmu.
Kamu memang enggak pernah jelas mendua hati yang kamu bilang suara hati tak terhindari. Cinta kadang aneh tapi enggak begini juga.
"Kalo kamu salah satu pergi, kita semua selesai" Bri bilang begitu lewat bibir indahnya.
"Bri! Ini kejahatan cinta, kamu enggak bisa memacari kami sekaligua. Kamu musti memilih salah satu. Aku ato lelaki itu?" Kataku disatu malam saat aplusanku apel.
"Aku tak hasrat membahasnya, Yang?" mata beloknya menatapku sambil menjemput telapak tanganku. Kalo udah demikian, paras elok dan wanginya yang semerbak ikut mematikan nalar mensrea ku. Bri selalu begitu. Memikat wuzz.. seperti embun, lalu rebah berkilat dipermadani rumput hijau. Mecipta cinta yang genuine betah berlama lama.
"Besok minggu aku pulang ke mama" Bri memecah pesona.
"Lalu?"
"Skedul kamu jadi Selasa"
Aku meneng.
"Selasa, Jim!" dia menukas