Mohon tunggu...
April Perlindungan
April Perlindungan Mohon Tunggu... lainnya -

pemuda desa, menyusuri lorong sunyi

Selanjutnya

Tutup

Politik

T.M

13 Februari 2014   11:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:52 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum lama TM di kenalsecara umum di Republik yang ia gagas ini, jikaHari A Poeze tidak mengupas jejak langkahnya, mungkin suaranya tak akan pernah menyeruak dari dalam kubur, hingga FPI perlu membubarkan acara bedah buku yang mengupas pemikirannya.

TM tetap kontroversi hingga kini, oleh Negara dan FPI di anggap Komunis, sebaliknyaelite PKI dimasa pergolakan memvonis TM sebagai seorang Brutus, mereka sejajarkan TM dengan kaum revisionis semacam Trotsky. Label Brutus melekat, meski TM menyangkal habis bahwa dia bukan penganut Trotsky. Namun dalam kemelut vonis antara pengkhianatan dan kepahlawanan saat itu , tanggal 28 maret 1963, Soekarno menetapkan TM sebagai pahlawan kemerdekaan. Bahkan, TM adalah pahlawan yang belum pernah mengecap kue kekuasaan, sekalipun Republik yang ia gagas telah berdiri.

Cukup banyak yang mengagumi pemikiran dan cara ia memperjuangkan keyakinannya, namun tidak sedikit pula yang mencibir langkah-langkahnya. Ia bukan seorang orator ulung yang mampu menghipnotis ribuan massa, bukan pula negosiator parlente yang bisa tawar menawar harga tanah di atas Renville dan Linggar Jati, iajuga bukan intelektual yang pekerjannya hanya mengintip situasi dari balik meja dan lensa, lebih dari itu, ia berbaur bersama akar rumput dengan beragam nama, memberontak angkat senjata.

Jika TM adalah tokoh fiktif dalam dongeng negeri antah berantah, garis nasibnya lebih sial dari Upik Abu. Mati di tangan tentara RI, kuburannya belum pasti, ceritanya berakhir karena tak punya keturunan yang bisa menjadi saksi. Tak seperti tokoh bangsa lainnya, TM tak punya Trah, TM tak miliki dinasti.

Namun lebih dari itu, nasib TM lebih sial, meski Madiog lahir sebelum Di Bawah Bendera Revolusi, hingga kini Ideologinya tak pernah terorganisir, pendukung pemikiran TM belum terlihat nyata dalam aksi, masih berkutat pada rasa kagum, atau puas dalam takaran empati pada sang tokoh.

Meski negeri ini sudah banyak melahirkan orator ulung, negosiator parlente, motivator kawakan dan politisi salon mumpuni. TM masih menjadi catatan kaki dalam buku besar sejarah bangsa ini. Sebuahbangsa yang tidak jauh berbeda kondisinya dengan apa yang ia tulis dalam Gerpolek.

TM tetap kontroversi, dari hidup hingga mati. Namun slogannya masih relevandi tengah hiruk pikuk dunia narsis sekarang ini. Diatas panggung pentas yang penuh sesak, rupanya Indonesia masih perlu orang yang bersedia berjuang “ bergelap-gelaplahdalam terang” sebuah cara yang di hindari banyak orang. Sebuah cara dengan resiko tidak tercatat dalam epos kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun