Setelah pendeklarasian Jokowi banyak orang menyerang Jokowi. Jokowi dianggap sebagai calon presiden boneka karena lebih mementingkan menuruti mandat Mega sebagai ketua partai dibanding menyelesaikan tugasnya. Padahal masyarakat harus menyadari, tidak mudah bagi Megawati untuk memberikan kepercayaan kepada Jokowi untuk memimpin negeri ini kalau Megawati hanya menuruti nafsu diri. Megawati banyak mendengar dan melihat sendiri bagaimana antusiasnya masyarakat kalangan bawah untuk dipimpin Jokowi. Maka dengan besar hati, beliau memberikan kepercayaannya kepada Jokowi.
Seringnya Megawati membawa Jokowi untuk ikut berkampanye ke daerah lain adalah sarana baginya untuk membuktikan tingkat elektabilitas yang dimiliki oleh Jokowi. Tentu saja tidak semua akan berbuah kemenangan, seperti halnya di Jawa Barat, Sumatera Utara, Bali, dan masih banyak lagi. Tetapi setidaknya Jokowi cukup mampu mengatrol perolehan suara di daerah-daerah tersebut. Selain itu, banyaknya survey yang menjagokan Jokowi juga dapat menjadi acuan. Jadi tidak salah jika kemudian Megawati menuntut pendukung Jokowi untuk memilih PDIP karena tanpa suara PDIP yang cukup pencalonan Jokowi hanyalah sia-sia.
Berdasarkan survey yang ada tiga besar perolehan suara akan didominasi oleh PDIP, Golkar, dan Demokrat atau Gerindra. Tentu saja survey ini tidak seratus persen benar, karena survey dilakukan sebelum pemilu. Banyak cara dilakukan oleh partai-partai peserta pemilu untuk mendongkrak perolehan suaranya. Misalnya Gerindra mengetengahkan isu presiden boneka, Golkar menjanjikan jaman keemasan Suharto kembali lagi, PKS mencoba membuka diri menjadi partai terbuka tidak hanya untuk kaum muslim saja, PKB mencoba membawa Prof. Rhoma Irama untuk menyejahterakan Indonesia, dan masih banyak cara yang dilakukan partai politik lainnya.
Akan tetapi Mega perlu memikirkan cara mendongkrak perolehan suara partai dengan cara yang elegan. Bagaimana caranya memecah suara partai Golkar, misalnya. Tentu saja suara partai golkar sangat penting karena Golkar diprediksi menjadi runner up pada pemilu 2014. Caranya adalah mengajukan JK sebagai cawapres mendampingi Jokowi. Jika ini dilakukan sebelum Pileg maka suara Golkar akan banyak mengalir ke PDIP. Saat ini JK ibarat Ronin, yaitu samurai tanpa tuan. Tidak bisa dipungkiri ditingkat akar rumput nama JK lebih diperhitungkan dibanding ARB. Jika hal ini dilaksanakan maka PDIP tidak perlu berkoalisi dengan Golkar tetapi akan mendapat keuntungan yang besar dari pemilih Golkar.
Lalu bagaimana dengan Gerindra? Partai ini pernah mengancam untuk tidak menyetujui pengganti Jokowi bila tidak dilibatkan dalam pemilihan pengganti Jokowi. Harus disadari bahwa partai yang berhak mengusulkan pengganti Jokowi tentu saja PDIP. Dalam hal ini tindakan Gerindra untuk tidak menyetujui pemilihan pengganti Jokowi bila tidak melibatkan partai Gerindra menunjukkan betapa haus akan kekuasaannya partai ini. Sebenarnya hal ini bisa juga kita lihat dari perjanjian Batu Tulis yang menghebohkan tersebut. Lalu apa yang dapat dilakukan? Carikan pengganti Jokowi yang sepadan dengan Jokowi! Siapa yang sepadan dengan Jokowi saat ini? Tentu saja Rismaharini. Penunjukan ini akan membuat dilema bagi Gerindra karena Risma diakui oleh Prabowo sebagai seorang yang berkualitas. Ini terbukti adanya keinginan menjadikannya Risma sebagai cawapres bagi Prabowo. Jika ini dilakukan mungkin prediksi Pemilu satu kali putaran bisa tercapai!
Salam Mimpi untuk Indonesia Jaya dari Negeri Sakura!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H