TATAPAN matanya lemah, kelopak matanya mulai menyempit, ada kelelahan yang terlihat di matanya. Walaupun begitu pancaran cinta itu masih jelas terlihat diantara sayu sepasang bola mata itu. Kata-katanya lemah, setengah berbisik ia mengucapkan kalimat yang mempertanyakan kepadaku tentang keadaanku. "Apakah kamu sangat lapar," katanya memperhatikanku memakan mie instant yang baru saja selesai kumasak. Terasa ada keinginan darinya untuk ikut mencoba rasa mie yang aromanya telah menyebar diruangan bersekat yang terasa dingin oleh hembusan AC ini.
"Tidak, aku tidak mau, walaupun kepingin aku tidak mau," ujarnya menolak ketika aku menyodorkan sepiring mie yang telah kupindahkan dua sendok ke dalam perutku. "Aku tidak boleh makan mie, ga bagus buat anakmu," katanya sembari menutup hidungnya mengusir aroma mie yang menggelitik hidungnya. Waktu menunjukkan pukul 00.00 namun belum terlihat ini akan selesai, sementara aku berada di depan perangkat elektronik ini, dia masih berada di depan meja bundar berdiameter sekitar satu meter dan bewarna coklat itu. Yang memisahkan ku dengan dia adalah sebuah sekat dari papan bewarna putih dan tentu saja waktu.
Ketika ini berakhir aku akan segera membawanya berkuda mengarungi gelapnya malam, kepulan debu yang menghalangi pandangan dan menyesakkan nafas. Aku akan membawamu ke alam yang kita sepakat dengan nama surga. Ketika kita sudah sampai disana gemercik air yang kita dengar setiap malam akan kembali kita dengarkan. Engkau akan segera terlelap dan aku berada di disampingmu, menghembuskan angin yang membuatmu tetap terlelap dalam tidurmu, tanganku akan tetap membelaimu walaupun kau telah berada di alam mimpi.
Ya, kini malaikat itu telah menjelma, malaikat kecil yang kita nantikan itu telah menepakkan kakinya ke bumi. Aku masih terpaut pada dunia, padamu, padanya, pada jiwa-jiwa yang satu ruh dengan kita, pada jiwa-jiwa yang memelihara kita. Kau dan malaikat kita bersabarlah, karena perassaan ini masih tetap adanya. Masih sama ketika aku berjanji untuk menikahimu, masih sama ketika melihatmu tiba menyusulku dan akan tetap sama sampai kepala ini mencium tanah menghadap ke utara. Aku berharap terangnya cinta ini akan selalu menjagamu, menuntunmu dari gelapnya hati. Aku memohon kesabaranmu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H