Mohon tunggu...
I.H Subandi
I.H Subandi Mohon Tunggu... -

Konsen dibidang kapacity building dan pemberdayaan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Melanggengkan Perbudakan di Negeri Orang

23 Juni 2011   07:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:15 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh ironis di peradaban sekarang masih mempersoalkan hukuman mati. Banyak Negara di dunia ini seakan tidak ingin memperbaiki manusia yang lebih beradab. Seharusnya hukum mati harus ditegakkan. Tetapi berapa banyak Negara yang mau peduli untuk penegakan hukum itu.

Jargon”hukum bisa dibeli, hukum bisa dinegosiasi, hukum bisa di kuasai mafia, oknum kuat menguasai peradilan, yang salah jadi benar dan yang benar jadi salah, yang miskin dihukum yang kaya melenggang, yang korupsi dibiarkan berlalu, dst” membuat rakyat yang mendengan semakin miris tidak ada keadilan di dunia ini. Sulit untuk mengukur substansi tekstual hukum manusia yang hanya berdasarkan interpretasi dan perubahan jaman yang melingkupinya. Hukum Tuhan mestinya yang dijadikan rujukan dan ditegakkan.

Kondisi antar Negara selama ada pola kesepahaman dan kesepaham dalam penegakan yang dibangun untuk menegakkan hukum mati pasti akan lebih adil di dunia ini. Menegakkan hukum oleh pimpinan Negara tanpa negosiasi adalah jalan yang terang.

Advokasi, pendampingan, penyediaan dana penebusan, penyediaan fasilitas dan komunikasi keluarga antar keluarga korban sesungguhnya bermuara pada kesiapan internalisasi nurani berdasarkan pemaafan korban yang harus didahulukan.

Siapapun orangnya jika peradaban manusia akan menjadi lebih baik jika utang nyawa ditebus nyawa kecuali dimaafkan oleh keluarganya yangi ditegakkan, jika membunuh satu maka harus dibunuh satu agar menjadi pembangunan peradaban manusia yang lebih beradab. Bukan malah sebaliknya menentang tegakkanya hukuman mati. Sehingga humanisasi peradaban antar manusia dibangun kesadaran untuk tidak membunuh. Karena jika menghilangkan nyawa maka taruhannya juga nyawa hilang. Jika ini bisa dipahami oleh seluruh manusia di muka bumi maka akan mudah instrument pengukurannya. Efek jeranya akan bisa ditekan upaya secara sadar dengan pembunuhan itu harus dihindari.

Setiap Negara memiliki kaidah hukum dan etika hukum yang harus dijunjung. Jika dinalar memang terlihat biadab tetapi itulah yang harus ditanggung oleh siapapun yang bernama manusia. Namun jika keluarga yang dibunuh itu memaafkan maka akan memperoleh pengampunan dan akan memperjelas status manusia yang telah dibunuh dengan mendorong untuk hijrah di lain tempat akan memperoleh pencerahan kehidupan yang lebih baik. Berapa kasus manusia diperkosa dirampok dan dibunuh tetapi hanya dihukum tidak maksimal. Ilustrasi ini juga indikasi betapa sulitnya mengukur keadilan orang yang sengaja dan terencana membunuh manusia lain.

Dalam konteks TKI maka sudah harus dihentikan dan pola pelanggengan perbudakan di negari orang. Menyeru Gubernur, Bupati walikota untuk segera sadar menghentikan perbudakan di negeri orang dengan dalih apapun. Pepatah jawa “mangan ora mangan anggere kumpul” kumpul tidak kumpul yang penting bersatu, terbukti bisa meredam keinginan duniawi yang menghalakan perbudakan dinegeri sendiri. Sungguh ironis. Berhentilah menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang. Kenyamanan hidup tidak bisa dibayar dengan mengadu nasib tanpa resiko. Jika telah sadar maka sikap untuk menolak perbudakan yang dengan iming-iming apapun mestinya tidak perlu direkomendasi oleh siapapun. PJTKI berhentilah untuk fasilitasi, jika ank-anakmu juga mngalami nasib yang sama sadarkah wahai pelaku yang tergabung di PJTKI? Bubarkan BP2TKI jika tidak mampu melawan mafia dibalik bisnis TKI. …

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun