Mohon tunggu...
Bandem Wicitra
Bandem Wicitra Mohon Tunggu... Atlet - lifelong learners

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bitcoin, Spekulatif "Bubble" di Era Modern

21 Januari 2018   17:16 Diperbarui: 21 Januari 2018   18:01 1337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Risiko kedua, dan mungkin yang paling besar, adalah risiko regulasi. Pada September 2017, pemerintah Cina melarang pertukaran bitcoin di Cina daratan, yang menyebabkan harga bitcoin pernah rontok. Walaupun bitcoin diklaim sebagai sebuah "mata uang global", realitasnya adalah 58% dari seluruh penambangan bitcoin berlangsung di Cina. Jika suatu saat pemerintah Cina memutuskan untuk menganggap penambangan bitcoin ilegal, kemungkinan besar harganya akan terjun bebas.

Negara-negara lain juga menyuarakan keprihatinan. Belum lama ini Bank Sentral Indonesia telah mengeluarkan peringatan kepada para investor di Indonesia tentang risiko investasi pada cryptocurrency, ditegaskan bahwa cryptocurrency termasuk Bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. 

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah.

Pemilikan crytocurrency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying aset sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko bubble serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.

Crytocurrency juga dilarang di India karena penggunaannya merupakan suatu pelanggaran atas peraturan valuta asing. Bank sentral Australia, Reserve Bank of Australia, menempuh pendekatan berbeda. Bank sentral ini memantau pasar cryptocurrency dalam upaya memahami teknologi yang mendasarinya. South African Reserve Bank mengungkapkan keterbukaannya terhadap teknologi blockchain. Tetapi otoritas keuangan ini juga menyoroti potensi risiko bagi nasabah.

Ada risiko nyata yang tidak sepenuhnya dipahami oleh banyak nasabah yang berinvestasi di mata uang kripto. Berbagai iklan menjanjikan bahwa bitcoin bisa membuat kita cepat kaya. Dan media sosial penuh dengan kisah-kisah tentang teman-teman tetangga atau sepupu-sepupu jauh yang telah meraup banyak uang melalui bitcoin. Tak ada keraguan, kasus-kasus itu nyata, dan mereka yang berinvestasi awal telah menuai untung besar. Tetapi itulah yang terjadi dalam setiap bubble-bubble yang pernah terjadi dari sejarah kondisi ekonomi dunia. Seperti biasa, investor harus sangat waspada dengan skema yang menjanjikan keuntungan cepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun