Dengan harga sebuah bitcoin yang pernah mencapai rekor tinggi sampai menyentuh $10.000, semakin banyak orang awam yang mempertimbangkan untuk berinvestasi di mata uang kripto (cryptocurrency). Lonjakan harga pada akhir-akhir ini, bagaimana pun juga pasti disertai dengan risiko luar biasa besar atau ada istilah High Risk High Return. Para investor pun harus siap menghadapi kemungkinan bahwa mereka bisa kehilangan seluruh aset mereka dalam sekejap.
Bitcoin pertama kali diluncurkan pada 2008 oleh seseorang dengan nama samaran Satoshi Nakamoto. Adanya produk ini ditujukan untuk dapat menjadi sarana transaksi di antara para pembeli dan penjual tanpa perlu adanya perantara. Dimulai pada tahun 2017, harga bitcoin meningkat hampir 1300% bersamaan dengan semakin banyaknya orang-orang ikut ke produk ini dengan harapan akan mendapatkan keuntungan atau 'cuan' yang besar dari produk ini.
Bitcoin sebetulnya bukan mata uang sama sekali. Sebagaimana dikatakan oleh CEO Bitcoin Indonesia, Oscar Darmawan dikatakan bahwa bitcoin lebih tepat disebut aset investasi dalam bentuk digital atau disebut digital aset. Dirinya mengatakan, hingga kapanpun penggunaan bitcoin memang bukan untuk menggantikan mata uang yang diakui sebagai sistem pembayaran di Indonesia.
Bitcoin adalah serangkaian kode komputer, dan itu berarti bahwa bitcoin baru bisa diciptakan sampai batas yang disepakati oleh komputer yang punya hak untuk melakukan itu dengan memecahkan teka-teki rumit. Transaksi dicatat dalam sebuah basis data yang disebut blockchain.
Bitcoin, hampir mirip dengan aset-aset seperti emas dan komoditas lainnya. Kita harus menjualnya untuk mendapatkan 'nilai' tersebut. Dan, seperti emas dan mata uang lainnya, bitcoin bisa ditransfer peer-to-peer. Bagian yang mengkhawatirkan tekait bitcoin bersama dengan cryptocurrency lainnya adalah bahwa cryptocurrency dikatakan akan mengambil alih peran bank tradisional dan bank sentral.Â
Di jaman konvensional, bank bertindak sebagai perantara dengan menyediakan pinjaman dari deposit yang mereka simpan dan dari pendanaan bank sentral. Bank sentral menggunakan suku bunga untuk dana yang disediakannya sebagai pendongkrak untuk menjaga stabilitas harga di pasar dan itu telah berjalan cukup lama di seluruh negara. Pemberlakuan cryptocurrency mengancam model ini karena bank tidak lagi diperlukan untuk memperantarai dana dan tidak ada bank sentral yang menjamin kestabilan harga. Kejadian yang menyeramkan tentang bitcoin adalah pada penurunan dramatis dari nilainya yang belum lama ini terjadi. Ada kecemasan di pasar bahwa ini sebuah pertanda bahwa "bubble" dari cryptocurrency ini telah terjadi.
Kejatuhan mendadak itu telah menyuarakan peringatan yang sudah lama disampaikan bahwa pesta dari bitcoin ini telah "diatur" untuk bisa berakhir dalam duka cita. Yang terakhir, Jamie Dimon, CEO JPMorgan, menyatakan akan memecat setiap pegawai yang memperdagangkan bitcoin karena bertindak bodoh, yang sampai pada akhirnya beliau tetap berinvetasi pada intrumen ini.
Tidak ada keraguan bahwa dibalik Bitcoin dan jenis cryptocurrency lainnya terdapat underlying teknologi berpotensi merevolusi industri jasa keuangan. Tidak lain tidak bukan adalah teknologi Blockchain. Blockchain berfungsi sebagai buku besar digital transaksi ekonomi yang dilakukan transparan dan tidak dicurangi, yang beroperasi pada jaringan peer-to-peer.Â
Dengan adanya teknologi yang dapat efektif dan efesien dalam penerapannya di berbagai kegiatan ini, memungkinkan terjadinya pertukaran nilai di lingkungan sekitar dengan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan tanpa perlu adanya perantara. Itu sama saja dengan menghapus kebutuhan akan perbankan atau perusahaan jasa keuangan yang menjalankan peran perantaraan itu. Penggunaan teknologi, tidak terbatas pada transaksi keuangan. Hampir semua yang bernilai bisa diperdagangkan dengan menggunakan teknologi blockchain. Tapi seberapa baik teknologi blockchain yang terdapat didalamnya, atau seluas apa pun bisa diterapkan, pasti ada risiko-risiko nyata dan substansial dalam bitcoin.
Risiko pertama adalah, dan ini yang paling signifikan, dibandingkan dengan mata uang mana pun saham atau emas, bitcoin sangat volatil alias tidak stabil. Volatilitas bitcoin terhadap mata uang Rupiah kita hampir enam kali volatilitas Rand (mata uang Afrika Selatan) terhadap dolar AS. Walaupun ini sungguh menggembirakan dalam masa-masa bagus, hal itu berpotensi menghancurkan para investor pada masa-masa sulit.
Ketika para investor profesional memutuskan aset mana yang harus dimiliki, mereka pasti akan melihat dari aspek keuntungan dan volatilitas asetnya. Hanya investor dengan selera bagus terhadap risiko yang bersedia berinvestasi untuk aset berisiko dan volatil. Biasanya mereka adalah para profesional keuangan yang bekerja di, misalnya, bank investasi besar atau hedge fund. Investor dengan selera risiko (risk appetite) yang lebih rendah seperti manajer aset atau dana pensiun, lebih menyukai aset dengan keuntungan agak lebih rendah tapi tidak begitu volatil. Aturan praktisnya adalah kepiawaian seorang investor berbanding lurus dengan volatilitas aset di mana dia berinvestasi. Tetapi dalam soal bitcoin aturan praktis ini tidak berlaku. Semakin banyak saja investor swasta yang berbondong-bondong mendatangi "bursa" bitcoin yang menjamur di internet dan diiklankan secara agresif di media sosial.