[caption id="attachment_410539" align="aligncenter" width="544" caption="Ilustrasi Perselingkuhan (Foto: Dok Tribun)"][/caption]
BUKU KESATU
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Malang, Jawa Timur yang bernama Lukito Purwandono (LP), memang apes. Baru setahun menjabat sebagai legislator, ia dilaporkan oleh warga karena diduga keras telah berselingkuh dengan perempuan berinisial IT yang sehari- harinya merupakan istri sah Sukma Raharja.
Perihal sepak terjang LP yang berasal dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini, saya baca di Kompas.com Kamis (16/4). Di mana, warga Dudun Duren, Desa Arjowilangun, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang telah mendatangi Badan Kehormatan (BK) DPRD setempat. Sembari menyodorkan surat pengaduan yang sudah ditandatangani 300 warga, mereka mendesak Ketua BK untuk memberikan sanksi tegas bagi LP.
Buntut dari adanya pengaduan warga tersebut, pihak Polres Malang segera mengambil langkah klarifikasi, penyidik unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) langsung mempertemukan kedua belah pihak, yakni LP dan IT. Dalam konfrontasi ini, terungkap fakta unik. IT mengaku beberapa kali memadu asmara dengan LP di berbagai hotel.
“Rapat” terbatas antara LP dan IT berlangsung di hotel Prigen, Kabupaten Pasuruan, Gunung Kawi mau pun di kota Malang. Berapa kali mengadakan “rapat” terbatas ? IT sudah tak mampu mengingatnya. Mungkin karena terlalu sering, sehingga tidak bisa dihitung lagi. Lantas bagaimana jawaban, LP ? Seperti galibnya seseorang yang khawatir kehilangan jabatan, ia tetap bersikeras enggan mengakuinya.
Meski LP menolak keras keterangan IT yang diduga keras sudah berulangkali merasakan kedahsyatan LP di ranjang, namun jawabannya dipatahkan oleh sopirnya yang bernama Agung. Sebab, Agung mengaku kerap disuruh memesan hotel atas namanya, tapi penggunanya adalah LP.
Kelanjutan perkara yang melibatkan dua “perangkat lunak” ini masih belum menemui titik terang. Saya sendiri lebih tertarik adanya fenomena perselingkuhan yang dilakukan oleh para pejabat publik, termasuk LP tentunya. Sudah bukan rahasia lagi, sejak era reformasi bergulir (tahun 1999). Banyak pejabat dadakan, khususnya di lembaga legislatif. Orang- orang yang sebelumnya tak jelas statusnya, tiba- tiba mampu menembus ajang pemilu legislatif.
Seiring dengan naiknya status sosial orang- orang yang tak jelas itu, maka gaya hidup mereka langsung berubah. Bila perubahannya menjadi lebih baik tidak masalah, yang jadi persoalan, dengan dalih rapat atau kunjungan kerja mereka mulai melengkapi kehidupannya bersama perempuan idaman lain (PIL).
Di kota Salatiga sendiri, fenomena perselingkuhan yang melibatkan oknum- oknum DPRDsudahmulai sejak awal orde reformasi, celakanya ada yang berujung pada perceraian. Sepertinya keberadaan PIL telah membuat mereka gelap mata, kendati tak seluruhnya melakukan hal tersebut.
Ibarat kere munggah bale, sebelumnya tak pernah memiliki jabatan, mendadak jadi wakil rakyat. Akibatnya ada kegamangan sosial. Memelihara PIL nampaknya menjadi trend tersendiri, sebab resiko hukum yang akan menjeratnya relatif enteng. Lho ? Kok enteng ?
Ya memang, perselingkuhan yang termasuk katagori perjinahan, sulit diproses pihak kepolisian selama tidak ada pengaduan dari salah satu pasangan resmi yang merasa dirugikan. Sesuai pasal 284 KUHP, perkara ini merupakan delik aduan . Jadi, kendati kepergok polisi tengah ngamar di hotel pun, polisi tak mungkin melakukan proses hukum.
Lantas, bagaimana bila salah satu pasangan resmi (suami/istri) membuat pengaduan ke polisi ? Maka dua- duanya, seperti kasus yang terjadi di Kabupaten Malang, yakni LP dan IT akan menjadi tersangka. Repotnya, ancaman hukuman pasal 284 KUHP ini hanya 9 bulan penjara. Implikasinya, tersangka sesuai KUHAP tidak perlu dilakukan penahanan. Maka, tak perlu heran bila perselingkuhan berjalan terus tanpa mampu dicegah. Konon, perselingkuhan memang nikmat. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H