[caption id="attachment_412241" align="aligncenter" width="640" caption="Andrew Chan dan Myuran Sukumaran Yang Bakal Dieksekusi (Foto: Dok JPNN)"][/caption]
Sstt, diam- diam eksekusi gelombang kedua terhadap para gembong narkoba akan segera dilakukan. Pasalnya, surat perintah pelaksanaan eksekusi dari Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) A.K. Basuni Masyarif sudah diterima oleh jaksa eksekutor.
Surat perintah untuk pelaksanaan eksekusi ini, sebenarnya sudah diterima Kamis tanggal 23 April 2015 lalu, namun dengan pertimbangan masih berlangsung Konferensi Asia Afrika, maka surat tersebut tidak diekspose media. Sehingga publik belum mengetahui secara detail kapan eksekusi bakal dilakukan.
Kendati keberadaan surat perintah yang dikeluarkan Jampidum terkesan diterbitkan secara diam- diam, namun, Kapuspen Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana membenarkan hal tersebut. Di mana, seperti dilansir JPNN.com, pihaknya masih menunggu turunnya putusan kasasi atas nama terpidana mati Zainal Abidin. Semisal kasasinya segera turun, maka jumlah terpidana mati yang bakal ditembus peluru regu tembak menjadi 10 orang.
Sebagaimana diketahui, rencana eksekusi gelombang dua terhadap para gembong narkoba, beberapa kali terjadi penundaan. Dalam hal ini, pihak Jaksa Agung HM Prasetyo kerap berdalih bahwa pihaknya menunggu proses hukum yang belum final. Akibat tertundanya pelaksanaan hukuman mati tersebut, tak pelak mengundang komentar beragam dari masyarakat. Terlebih lagi paska terungkapnya ulah terpidana mati Freddy Budiman yang ternyata tetap aktif mengendalikan peredaran narkoba melalui jaringan telepon, maka desakan eksekusi semakin kuat.
Tak hanya masyarakat yang gregetan atas ditundanya eksekusi, para wakil rakyat di Senayan juga ikut bersuara. Menurut politisi Senayan, penundaan eksekusi berimplikasi pada suburnya peredaran narkoba di Indonesia. Terkait hal itu, diharapkan eksekusi gelombang kedua segera direalisasi agar ada efek jera bagi Bandar narkoba lainnya.
Mahkamah Konstitusi sendiri, di tahun 2007 telah mengeluarkan putusan yang menyebutkan hukuman mati di Indonesia tak melanggar konstitusi. Kendati begitu, eksekusinya tetap harus menunggu adanya kepastian hukum. Karena para terpidana mati, bisa dipastikan selalu menempuh upaya hukum berjenjang, mulai kasasi, grasi hingga peninjauan kembali atas perkara yang membelitnya.
Berkaitan dengan rencana eksekusi gelombang kedua atas para bandit narkoba ini, Jumat (24/4) dini hari, terpidana mati asal Philipina Mary Jane Fiesta Veloso akan dipindahkan dari LP Wirogunan, Jogjakarta menuju LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Soal pemindahan tersebut, Kajati DIY I Gede Sudiatmaja membenarkannya. Menurutnya, bila tak ada halangan, pk 01.00 Mary Jane bakal dikirim ke pulau Nusakambangan menggunakan jalur darat.
Apa yang disampaikan I Gede Sudiatmaja ternyata benar adanya, sekitar pk 02.00, sedikitnya 8 unit mobil dengan pengawalan pasukan bersenjata keluar dari LP Wirogunan, Jogjakarta. Rombongan ini beriringan melesat meninggalkan kota Jogjakarta menuju Kabupaten Cilacap dan selanjutnya menyeberang ke Nusakambangan.
Semisal gelombang kedua eksekusi mati sudah dilaksanakan, pertanyaannya, kapan Freddy Budiman akan dihabisi ? Nampaknya mantan copet itu nyawanya masih liat, sebab, Freddy masih mengajukan PK, dan ia juga belum menggunakan haknya untuk meminta grasi pada Presiden. Satu- satunya kemungkinan yang paling memungkinkan, ia akan ditembak mati pada eksekusi gelombang ketiga. (*)