[caption caption="Gapura masuk Rumah Bibit (foto: dok pribadi)"][/caption]Yang namanya Rumah Bibit milik Komunitas Gugur Gunung Salatiga Peduli (KGGSP) sebenarnya hanya berupa lahan kosong yang dimanfaatkan untuk melakukan pembibitan beragam pohon. Kendati begitu, dari lokasi ini, ternyata mampu menghijaukan gunung- gunung di Jawa Tengah dan Kota Salatiga.
Menempati lahan kosong milik negara seluas sekitar 2.000-an meter, areal yang sebelumnya hanya berupa semak belukar diubah menjadi pusat pembibitan dan pelatihan. Tidak ada bangunan permanen yang didirikan. Satu-satunya yang layak disebut bangunan hanya gudang kecil untuk menyimpan kompos serta peralatan pertanian lainnya. Saat siang hari, biasanya banyak aktivis berkumpul di sini.
[caption caption="Gubuk ini satu-satunya bangunan di Rumah Bibit (foto: dok pribadi)"]

“Plastik-plastik bekas ini kita manfaatkan untuk pembibitan, kalau harus menggunakan polybag, biayanya terlalu besar. Toh fungsinya sama saja,” kata Antok didampingi rekannya.
Menurut Antok, menjelang musim penghujan, stok bibit tanaman di Rumah Bibit sebenarnya mencapai 50.000 dengan sekitar 20-an varian. Namun, karena sudah disebar di berbagai event seperti 1001 Pendaki Tanam Pohon di Gunung Ungaran bulan Febuari lalu, penghijauan di beberapa desa di wilayah Kabupaten Semarang dan diminta oleh masyarakat Kota Salatiga, maka stok terakhir tinggal 5.000-an.
[caption caption="Antok tengah memasang plastik penutup bibit tanaman kayu putih (foto: dok pribadi)"]

Antok mengakui, selain melakukan pembibitan sendiri, Rumah Bibit juga kerap menerima bantuan tanaman. Celakanya, jumlah bantuan tersebut hanya berkisar 1.000- 2.000 batang, akibatnya, saat KGGSP menggelar event penghijauan, tanaman itu langsung ludes dalam sekejap. Kendati begitu, ia merasa gembira pasalnya ribuan bibit tertanam dengan baik.
[caption caption="Begini tempat pelatihan di Rumah Bibit (foto: dok pribadi)"]

Berdasarkan catatan saya, Rumah Bibit yang dikelola Antok memang tak pernah absen dari beragam kegiatan pelestarian alam. Nyaris semua gunung yang ada di Jawa Tengah selalu bisa ditemui pohon-pohon produksi Rumah Bibit. Begitu pun pedesaan yang gersang, saat aktivis KGGSP bertandang, selalu menyerahkan aneka bibit pada warga setempat dengan pesan harus ditanam. “Tapi kalau warga ogah-ogahan, maka penanaman kita ambil alih,” ungkapnya.
Rumah Bibit sendiri, sebenarnya dirintis oleh Almarhum Santo Handoyo, pejuang lingkungan yang sudah berpulang. Kendati ditinggal oleh pendirinya secara permanen, aktivitasnya tetap diteruskan oleh rekan-rekannya. Selain gerakan penghijauan dan memproduksi pembibitan, di Rumah Bibit juga kerap digelar pelatihan-pelatihan terhadap kader. Jangan berharap tempat pelatihannya berada di suatu gedung, sebab, pelatihan hanya dilangsungkan di lokasi yang sama.
Ada sisi menarik pada sosok Antok. Pemuda ini sebenarnya bukan warga Kota Salatiga. Ia merupakan warga Candirejo, Tuntang, Kabupaten Semarang. Meski begitu, karena sejak zaman sekolah hingga lulus selalu berada di Salatiga, ia mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kota kecil ini. Terlebih lagi, dirinya sudah bertahun-tahun bergaul dengan Almarhum Santo Handoyo sehingga pengetahuannya tentang kelestarian alam makin terasah.