Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada DKI Jakarta Bukti Kegagalan Partai

29 September 2016   17:45 Diperbarui: 29 September 2016   17:55 1729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga pasangan cagub DKI Jakarta (foto: dok kompas.com)

Usai pendaftaran tiga calon gubernur DKI Jakarta, akhirnya terbukti sudah bahwa semua partai, baik yang gurem mau pun gajah, mengalami kegagalan dalam mencetak kader untuk menjadi pemimpin. Tiga calon yang diusung, semuanya merupakan sosok di luar partai.

Dengan ditetapkannya orang- orang di luar partainya tersebut, tak urung menimbulkan aroma bahwa masing- masing partai sebenarnya tidak berhasil mencetak kader- kader yang potensial untuk diadu menjadi kepala daerah. Yang lebih menyedihkan, hal ini terjadi di Jakarta, barometer politik nasional. Di mana, setiap perhelatan politik, praktis seluruh rakyat di berbagai penjuru negeri menyorotinya.

Seperti diketahui, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat diusung oleh Partai Golkar, Partai Hanura, Partai Nasdem dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P). Sedangkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylviana Murni diusung Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara Anies Baswedan bersama Sandiaga Uno menggunakan duet Partai Gerindra serta Partai Keadilan Sejatera (PKS).

Dari tiga pasang calon pemimpin ibu kota ini, publik tahu persis bahwa hanya Djarot dan Sandiaga saja yang merupakan kader partai. Keduanya, cukup mendapat jatah sebagai calon wakil gubernur. Sedangkan Ahok, Anies, Agus serta Sylviana bukanlah orang partai. Mereka adalah kader dadakan, yang ditemukan saat partai kebingungan mencari figur yang kapabel. Ini sungguh menyedihkan, partai yang garang di Senayan, ternyata melempem di lapangan.

Sebenarnya bila figur Ahok, Anies, Agus dan Sylviana dibedah profilnya, maka akan kentara sekali bahwa partai gagal melahirkan calon pemimpin. Ahok mungkin pernah bersentuhan dengan partai, paling tidak ia sempat tercatat sebagai kader Partai  Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) , Partai Golkar serta Partai Gerindra. Sementara tiga sosok lainnya, praktis belum mengalami kerasnya politik praktis.

AHY adalah seorang perwira TNI AD  yang cerdas, lahir tanggal 10 Agustus 1978 merupakan anak pertama Susilo Bambang Yodhoyono alias SBY. Selepas lulus SMP Negeri 5 Bandung, ia masuk ke SMA Taruna Nusantara Kota Magelang. Tamat dari SMA paling bergengsi di Indonesia itu, dirinya memilih mendaftar di Akmil yang terletak di kota yang sama. Menyandang predikat sebagai taruna, AHY bukanlah taruna ecek- ecek, tahun 1999 ia terpilih sebagai Komandan Resimen Korps Taruna Akademi Militer. Tahun 2000 dirinya lulus dengan predikat terbaik dan meraih  pedang Tri Sakti Wiratama serta medali Adhi Makayasa, penghargaan yang diidamkan seluruh taruna.

Klaim Petugas Partai

Berbagai tugas operasi dilakoninya dengan mulus sehingga dengan pangkat melati satu dipundaknya, ia dipercaya menjadi Komandan Batalyon Yonif Mekanis 203/Arya Kemuning , Kodam Jaya , Jakarta. Harusnya, bulan April mendatang, pangkatnya bakal tambah satu melati lagi. Sayang, jiwa prajuritnya diamputasi oleh pesona kekuasaan secara instan. Seperti galibnya seorang prajurit, dia sangat mengharamkan urusan politik kendati bapak, ibu dan adiknya berkecimpung di Partai Demokrat.

Pesaing AHY adalah Anies Rasyid Baswedan, lahir di Kuningan Jawa Barat tanggal 7 Mei 1969, pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Kabinet Kerja Jokowi- JK. Karena tak punya back up partai politik, ia terkena reshuffle dan digantikan oleh Muhadjir Effendy. Nyaris sepanjang kariernya, Anies adalah seorang intelektual sekaligus akademisi. Bahkan, saat usianya menginjak 38 tahun, dirinya terpilih sebagai Rektor Universitas Paramadina.

Menjadi rektor termuda di Indonesia, nama Anies terus berkibar, bukan sebagai politisi. Bertahun- tahun dirinya hanya berkutat dengan dunia pendidikan serta menggagas pentingnya ajar mengajar. Baru di tahun 2013, ia tergerak mengikuti irama panggung politik, yakni mengikuti konvensi Partai Demokrat untuk memilih calon Presiden karena SBY tidak memungkinkan maju kembali. Mungkin, satu- satunya yang layak disebut beraroma politik, ya hanya di konvensi ini Anies terlibat. Selebihnya, kembali lagi ke habitatnya.

Belakangan, ketika Ahok dianggap sebagai anak “durhaka” oleh Partai Gerindra, akhirnya Anies kembali kepincut dalam panggung politik. Dirinya diusung Partai Gerindra dan PKS untuk maju ke Pilkada DKI Jakarta bersama Sandiaga Uno yang bersedia turun pangkat menjadi calon wakil gubernur. Entah dengan dasar pertimbangan apa Anies mau kembali menyentuh dunia yang bukan habitatnya tersebut. Yang pasti, langkahnya tak memungkinkan untuk mundur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun