Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pak Bupati, Kenapa Jalan Kami Seperti ini?

21 Juni 2016   17:27 Diperbarui: 22 Juni 2016   19:16 1590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan penghubung usai diguyur hujan (foto: dok pri)

Bila kondisi jalan penghubung antar kecamatan yang rusak parah terjadi di luar Pulau Jawa, mungkin bisa dimaklumi. Tetapi, kalau hal tersebut terjadi di wilayah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, apakah hal tersebut tidak mengada- ada ? Padahal, tingkat kerusakannya sangat parah dan berlangsung puluhan tahun.

Masyarakat Desa Sambirejo dan Kalikurmo Kecamatan Bringin yang saban hari berangkat bekerja di wilayah Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, sejak lama “dipaksa” menikmati akses jalan pintas bebatuan. Bila musim kemarau, mungkin tak begitu mengganggu, namun, giliran diguyur hujan maka jalanan tersebut mirip kubangan kerbau. Meleng sedikit, pengendara motor bakal terjungkal.

“ Dari Desa Kalikurmo ke Candirejo, Kecamatan Pringapus jaraknya hanya berkisar 3- 4 kilometer, tetapi kalau memutar melewati jalan yang mulus, kami harus menempuh jarak hampir 25 kilometer,” tukas  Tika, karyawati pabrik yang setiap hari melalui jalan pintas ini.

Begini kondisinya setelah mengering (foto: dok pri)
Begini kondisinya setelah mengering (foto: dok pri)
Tika yang bekerja di salah satu perusahaan swasta di kawasan Pringapus, mengaku sudah 12 tahun setia melewati jalan penghubung antara desa Kalikurmo ke desa Candirejo. Dirinya menikmati fasilitas negara tersebut karena tidak ada pilihan lain, kecuali mau mengeluarkan biaya lebih tinggi. “ Pokoknya nunggu mukjizat saja, soalnya kalau memutar melewati Tuntang berarti harus nambah pengeluaran yang tak sedikit. Memangnya upah buruh pabrik berapa ?” ujarnya, Selasa (21/6) sore.

Keluhan senada disampaikan oleh Baedlowi, pengguna jalan alternatif ini. Menurutnya, desa Candirejo sebenarnya hanya berjarak sekitar 15 kilometer dari ibu kota Kabupaten Semarang, yakni Ungaran. Kendati begitu, kondisinya ibarat bumi dan langit. Di mana, berkisar 3 kilometer keluar desa, jalannya sangat mulus sehingga transportasi darat mampu melaju tanpa tergoncang.

“ Sebaliknya, saat kami keluar menuju ke kecamatan Bringin, harus bersusah payah lebih dulu. Apa lagi di musim hujan, ga terbanting – banting di lumpur sudah sangat beruntung,” katanya tanpa bermaksud melucu.

Bekas jejak ban motor yang selip (foto: dok pri)
Bekas jejak ban motor yang selip (foto: dok pri)
Pejabat Enggan Bertandang

Terkait erat dengan buruknya nasip jalan penghubung dua kecamatan tersebut, Baedlowi berharap agar pejabat di kabupaten Semarang, naik eksekutif mau pun legislatif, sekali tempo mau bertandang ke desa Candirejo. Akan sangat baik bila berkunjung saat musim hujan, sehingga bisa menikmati berkendara di atas lumpur serta kubangan. “ Biar sekali tempo merasakan jadi warga desa ini,” jelasnya.

Baedlowi merasa heran, sebagai warga kabupaten Semarang, ternyata masih ada desa yang menjadi anak tiri di wilayahnya sendiri. Yang membuatnya semakin terheran- heran, jalan lain yang sudah mulus kembali diaspal. Sementara jalan yang fungsinya amat vital malah diabaikan. “ Pak Bupati, kenapa jalan kami seperti ini ?” keluhnya memelas.

Berani lewat jalan ini di malam hari ? (foto: dok pri)
Berani lewat jalan ini di malam hari ? (foto: dok pri)
Di tempat terpisah, Widodo seorang kepala dusun Sambirejo, Bringin, Kabupaten Semarang juga mengeluhkan keberadaan jalan utama tersebut. Kendati bukan termasuk wilayahnya, namun, dirinya merasa perihatin atas ketimpangan yang ada. Terkait hal itu, ia kerap menggugah keluhan ke media sosial. Hasilnya ? Nol besar. Termasuk di bulan suci Ramadhan ini, berulangkali keluhan masyarakat diunggahnya.

Dengan kondisi sarana publik yang mengenaskan itu, belakangan muncul guyonan di kalangan anak muda yang tinggal di wilayah dua desa berbeda kecamatan. Yakni, semisal mau berpacaran dengan adrenalin tinggi, kiranya di malam hari berkendara roda dua melewati jalan ini. “ Dijamin, ceweknya akan histeris dan berpegangan erat- erat. Pasalnya, selain penuh bebatuan juga gelap gulita,” kata salah satu tukang ojek di Kalikurmo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun