Menurut almarhum Abdurahman Wahid alias Gus Dur, di Indonesia hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi dan mantan Kapolri Jendral Polisi Hoegeng. Guyonan Presiden ke 4 tersebut, belakangan dipatahkan oleh seorang bintara yang bertugas di Polres Kota Malang, Jawa Timur.
Adalah Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Seladi, anggota Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Kota Malang yang mampu menepis paradigm bahwa semua polisi selalu menghalalkan uang suap. Untuk menghindari upaya sogok menyogok, prajurit Bhayangkara yang sehari- harinya berdinas di bagian pengujian SIM A itu, selama hampir 8 tahun menjadi pemulung. Tentunya pekerjaan sambilan tersebut ia kerjakan sebelum dan seusai menjalankan tugas rutinnya.
Seladi yang mempunyai tiga orang anak, sepertinya memang sosok yang bersahaja. Di saat para personil kepolisian yang beru berdinas setahun dua tahun sudah kerap berganti motor, dirinya enggan memaksakan diri untuk membelinya. Saban hari, kendaraan dinasnya berupa sepeda onthel yang harus dikayuh menggunakan dua kakinya. Padahal, dia bertugas di tempat yang basah. Ibarat, tiap tahun membeli sepeda motor pun mampu.
![seladi dan anaknya memilah sampah (foto: dok kompas.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/20/bripka-seladi-malang1-573ea9d51393730c057ebf2b.jpg?t=o&v=770)
Ritme kehidupan Seladi bisa dikata selalu monoton, namun ia menjalaninya dengan ikhlas. Pagi hari pk 05.00, dirinya sudah melakukan apel di kantor Satlantas. Setengah jam kemudian, mulai ngepos di titik yang telah ditentukan hingga pk 07.30. Setelah jam sekolah dan para karyawan berangkat kerja, dia kembali ke kantornya untuk sarapan, kemudian dilanjutkan melaksanakan tugasnya sebagai penguji SIM. Sore selepas dinas, barulah Seladi berganti kostum pemulung.
16 Tahun di Bagian SIM
Setelah menanggalkan seragam dinasnya dan berganti celana pendek serta kaos, mulailah Seladi memilah berbagai sampah di Stasiun Besar Kota Malang. Dibantu putranya yang bernama Rizal Dimas (21 ia saban sore hingga malam berkutat di gudang yang terkesan kumuh tersebut. Di tempat ini, sampah dipilah agar mampu dijadikan rupiah.
Jauh sebelum Seladi dipinjami rumah kosong, ia bertahun- tahun memulung terlebih dulu. Awalnya, hanya sampah di sekitar Polres Kota Malang saja yang dipunguti. Kemudian, langkahnya semakin melebar ke lokasi lain. Karena barang dagangannya semakin bertambah, akhirnya ia memberanikan diri membeli sebuah pick up tua. Tidak jelas, apakah mobil tersebut kredit atau cash, yang pasti sekarang untuk sarana angkut mengangkut tersedia kendaraan meski jalannya terangah- engah.
![Bripka Seladi saat bertugas sebagai Polisi( foto: dok kompas.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/20/bripka-seladi-malang6-573eaaa5c223bd9e07544d3f.jpg?t=o&v=770)
Sosok Seladi memang unik, tugasnya sebagai polisi di bagian pengujian SIM, harusnya kerap bersentuhan dengan masyarakat yang tentunya rentan kong kalikong agar diluluskan. Kendati ruang suap terbuka lebar, namun, ia lebih memilih jalur lain. Bila seseorang belum layak mendapatkan SIM A, dirinya menyuruh mengulanginya di lain waktu. Diberinya tips- tips ringan agar yang bersangkutan mampu melewati serangkaian ujian tertulis mau pun praktek . Semua dilakukannya secara gratis, bahkan ucapan terima kasih berupa ajakan menikmati segelas kopi pun ditolaknya.
![Seladi saat bertugas sebagai pemulung (foto: dok kompas.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/20/bripka-seladi-malang7-573eab2a2123bdf504561d2c.jpg?t=o&v=770)