Presiden RI Joko Widodo atau lazim disapa Jokowi harus segera mengambil langkah tegas untuk memperbaiki keadaan dan mampu mengontrol pemerintahannya dengan baik tanpa perlu khawatir akan dimakzulkan oleh kekuatan politik di perlemen.
“ Sudah tiba waktunya Jokowi mengatasi kemerosotan dengan menjadi dirinya sendiri,” kata pengamat politik Salim Said ketika berbicara dalam diskusi bertajuk “ Evaluasi Kinerja Presiden Jokowi” di Jakarta.
Sebagaimana dilansir kompas.com, Jumat (10/7) kemarin, Salim menyebut Jokowi dengan fenomena new kid on the block ketika mencalonkan diri sebagai Presiden dalam Pemilu Presiden 2014 lalu. Sejak awal, ia dianggap tidak memiliki latar belakang politik yang matang di kancah nasional.
Karena Jokowi tidak menguasai parpol tertentu, ia memiliki kecenderungan mengalah kepada para pembesar parpol pendukungnya. Alhasil, sebagian besar pembantu Presiden bukan merupakan orang pilihannya sendiri. “ Jokowi harus berani, berani, berani. Tanpa keberanian, Jokowi tidak mungkin melakukan perubahan cabinet untuk mendapatkan menteri yang sesuai keinginannya,” jelas Salim.
Apa yang disampaikan Salim Said, nampaknya harus saya amini. Sebab, kegaduhan politik dan ekonomi yang terjadi dewasa ini, sudah saatnya ditangani Jokowi tanpa merasa perlu meminta restu terhadap petinggi- petinggi parpol pengusungnya. Sebagai Presiden, ia memiliki otoritas penuh untuk mengendalikan situasi dengan berbagai hak prerogatifnya.
Hal yang dibutuhkan Jokowi untuk mengendalikan Republik ini, sebenarnya sederhana. Ia hanya perlu nyali dan keberanian agar terhindar dari berbagai intervensi para petinggi parpol yang kerap membayanginya. Persoalannya, beranikah dirinya mengambil sikap sesuai nuraninya ?
Sulit Dimakzulkan
Konsekuensi logis atas “pembangkangan” Jokowi terhadap petinggi- petinggi parpol pengusungnya, ia bakal menerima tekanan kuat yang ujungnya adalah ancaman pemakzulan (Impeachment). Dalam ranah politik, hal tersebut biasa terjadi. Baik pada diri Bupati/ Walikota, Gubernur hingga Presiden.
Dalam politik, tidak dikenal lawan dan kawan yang abadi. Ketika kepentingan sekelompok politisi tak diakomodir, maka Jokowi bakal dijadikan lawan. Namun, saat ia mampu memuaskan segala “syahwat” para politisi, dirinya akan dirangkul mesra kendati bukan kemesraan yang permanen.
Di dalam pemerintahan Jokowi, ia memetik keuntungan dengan keberadaan dua kubu di parlemen, yakni Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). Di mana, meski politisi KIH selaku pendukungnya tak memiliki posisi strategis di DPR RI, namun dirinya mampu menjalin hubungan relatif harmonis dengan pentolan- pentolan KMP. Hal inilah yang membuatnya lentur berkomunikasi di Senayan.
Lancarnya komunikasi Jokowi dengan petinggi- petinggi KMP, harus diakui merupakan nilai plus bagi dirinya. Sebab, peluang bagi kelompok- kelompok tertentu yang ingin melengserkan posisinya otomatis akan dipersempit. Artinya, kebijakan apa pun yang ditempuh Jokowi, sama sekali tak membuka celah menuju pemakzulan selama masih sesuai konstitusi dan tidak melanggar hukum.