[caption id="attachment_412863" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustrasi Penangkapan (Foto: Dok Tribun)"][/caption]
Oknum polisi Brigadir E yang bertugas di Polda Papua dan dinyatakan sebagai buronan nomor satu, akhirnya ditangkap Sat Reskrim Polres Tasikmalaya, Jawa Barat. Bintara polisi tersebut, diduga keras telah menilep uang tunai sebanyak Rp 12 milyar milik 78 korban.
Perihal diringkusnya Brigadir E ini, ditayangkan dalam berita Metro Malam stasiun Metro TV, Minggu (26/4) dini hari. Disebutkan bahwa tersangka yang melarikan diri ke Tasikmalaya dengan berbekal uang tunai milyaran rupiah, bulan Febuari lalu sempat menikahi seorang perempuan berinisial DN. Selanjutnya, keduanya tinggal di kota tersebut hingga berujung pada penangkapan.
Ditangkapnya Brigadir E, berawal dari adanya pengaduan kasus penganiayaan yang melibatkan oknum polisi tersebut. Di mana, salah seorang warga di Perumahan Panglayungan, Kota Tasikmalaya, melapor ke Polres setempat karena dijadikan sanzak hidup oleh Brigadir E. Usai menerima pengaduan, petugas Sat Reskrim langsung bergerak. Hasilnya, oknum polisi itu berhasil diringkus di Jalan Bojong Tritura.
Setelah diamankan ke Polres Tasikmalaya, melalui pemeriksaan intensif, terungkap bahwa Brigadir E ternyata seorang anggota polisi aktif yang tengah desersi akibat melakukan tindak pidana penipuan. Ketika hal tersebut dikonfirmasikan ke Polda Papua, penyidik di Polres Tasikmalaya terkaget- kaget. Pasalnya, selain jumlah kerugian yang diderita korban mencapai Rp 12 milyar, Brigadir E juga dinyatakan sebagai orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO) nomor satu.
Berdasarkan keterangan Wadir Reskrimum Polda Papua AKBP Nurhabri yang menjemput tersangka ke Polres Tasikmalaya, modus operandi Brigadir E dalam mengibuli korban, berawal dari ajakan bisnis ekspedisi dan cargo (pengiriman barang). Dalam hal ini, ia menggandeng seorang PNS di lingkungan Polda Papua yang sudah terlebih dulu dijebloskan dalam tahanan.
Setelah dana investasi bisnis yang dijanjikan terkumpul Rp 12 milyar, belakangan Brigadir E malah membeli berbagai asset yang tak terkait dengan bisnis pengiriman barang. Karena merasa telah dicurangi sang polisi, akhirnya 78 korbannya melapor ke Polda Papua. Sayang pengaduan itu tercium oleh Brigadir E, akibatnya,sebelum sempat ditangkap, ia buru – buru hengkang dari bumi Papua.
Perkara yang membelit Brigadir E ini, sebenarnya kerap terjadi di berbagai kota. Sepertinya, keuntungan yang berlipat, ditambah tak terlalu berkeringat telah menjadi magnet tersendiri bagi para korban untuk bergabung. Padahal, bila belakangan bermasalah, tersangka biasanya hanya dijerat dengan pasal 378 KUHP perihal penipuan. Ancaman pidana kasus penipuan, cuma 4 tahun penjara. Sementara, di persidangan, paling banter majelis hakim menjatuhkan vonis kisaran 2 tahun penjara. Ya, apes- apesnya kena hukuman maksimal 4 tahun.
Rendahnya hukuman bagi pelaku penipuan tersebut berdampak pada hilangnya rasa jera, hampir mayoritas pelaku penipuan yang sudah usai menjalani masa hukumannya, akan mengulangi perbuatannya. Dengan begitu, maka tergantung diri kita sendiri. Mau menjadi korban selanjutnya atau tidak ? Kalau saya pribadi, berpendapat: Lebih baik makan ketela tapi nyata, dari pada makan roti tapi Cuma mimpi. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H