Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gedung Lawang Sewu, Saksi Bisu Perjuangan Pemuda Semarang

15 Juli 2016   18:11 Diperbarui: 15 Juli 2016   18:15 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lawang Sewu yang menyimpan banyak cerita (foto: dok pri)

Lawang Sewu (bahasa Jawa Pintu Seribu) merupakan bangunan kuno yang dibangun era pemerintahan kolonial Belanda di tahun 1904. Ikon Kota Semarang tersebut, sampai sekarang masih kokoh berdiri. Banyak kejadian bersejarah sekaligus berdarah yang menyelimuti gedung tua tersebut, berikut catatannya.

Berulangkali ke Kota Semarang, namun, keinginan menulis tentang Lawang Sewu tak juga terealisasi. Hingga akhirnya, usai mengantar anak gadis ke Bandara “syahwat” menelusuri keberadaan bangunan berusia 115 tahun itu terkabul. Rabu (13/7) sore, saat suhu udara panas menyengat, saya sempatkan bertandang di areal Tugu Muda tersebut. Untuk masuk lokasi, wajib membayar Rp 10 ribu / orang dewasa dan anak- anak Rp 5 ribu.

Harga ticket yang terpampang di pintu masuk (foto; dok pri)
Harga ticket yang terpampang di pintu masuk (foto; dok pri)
Lawang Sewu yang sarat cerita, awalnya dibangun untuk kepentingan kantor pusat [erkeretaapian jaman pemerintahan kolonial, yakni perusahaan kereta api Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatscappij (NIS). Seperti diketahui, sejarah perkeretaapian dimulai di Kota Semarang. Terkait hal tersebut, pihak Belanda menginginkan adanya sebuah gedung mewah yang representatif. Maka, ditunjuklah dua orang arsitek Belanda bernama Prof Jacob F Klinkhamer dan BJ Queendag untuk merancangnya.

Menempati areal yang sangat strategis, yakni  di antara Jalan Pandanaran dan Pemuda, menghadap langsung kea rah Tugu Muda, tak pelak, Lawang Sewu menjadi bangunan termegah kala itu. Gedung berlantai tiga bergaya art deco, mulai dibangun tanggal 27 Febuari 1904. Hampir makan waktu tiga tahun untuk menyelesaikannya, hingga tahun 1907 secara resmi karya pemerintahan kolonial yang mempunyai banyak pintu serta jendela berhasil dituntaskan.

Lawang sewu dari jarak 50 meter (foto: dok pri)
Lawang sewu dari jarak 50 meter (foto: dok pri)
Berdasarkan keterangan seorang pemandu wisata yang berbincang secara informal, bangunan yang dibuat pertama kali adalah rumah penjaga dan percetakan. Berikutnya menyusul ruang utama serta ruang tambahan yang desain ruangannya semua dilengkapi jendela berukuran besar untuk memudahkan sirkulasi angin menerobos masuk. “ Banyaknya jendela- jendela berukuran besar membuat orang keliru menafsirkannya sebagai pintu,” jelasnya.

Bangunan utama Lawang Sewu merupakan gedung berlantai tiga yang mempunyai dua sayap membentang ke kanan dan ke kiri, saat memasuki ruangan utama, maka akan terlihat sebuah karya yang eksotis. Diyakini, tak serupiah pun mega proyek itu ada yang dikorupsi. Sehingga, kendati berusia ratusan tahun, namun tetap kokoh berdiri. Berbeda dengan bangunan sekarang yang sarat korupsi, kadang belum genap 10 tahun telah ambrol.

Salah satu deretan pintu di Lawang Sewu (foto: dok pri)
Salah satu deretan pintu di Lawang Sewu (foto: dok pri)
Kejadian Berdarah

Sebenarnya Lawang Sewu sempat mangkrak bertahun- tahun, baru di era pemerintahan SBY, bangunan yang termasuk cagar budaya itu mendapat sentuhan. Pemugaran secara total tanpa mengubah bentuk aslinya dilakukan, hingga akhirnya, tanggal 5 Juli 2011 diresmikan sebagai destinasi wisata sejarah. Semenjak saat itu, pengelolaannya ditangani PT Kereta Api Indonesia (KAI). Saban hari, dibuka sejak pk 07.00- 21.00.

Saban hari, banyak wisatawan yang bertandang ke Lawang Sewu. Mereka berdatangan dari Semarang sendiri mau pun kota- kota lain. Di mana, selain mengabadikan cantiknya bangunan tua tersebut, tak sedikit para pasangan muda yang akan melangsungkan pernikahan sengaja mengambil foto- foto pra weeding di sini.  Di gedung yang sama, juga bisa dipelajari sejarah tentang perkeretaapian Indonesia.

Ini pintu- pintunya yang tak ada seribu (foto: dok pri)
Ini pintu- pintunya yang tak ada seribu (foto: dok pri)
Menempuh perjalanan panjang sebagai saksi bisu sejarah di kota Semarang, saat pertempuran Lima hari antara pemuda Republik melawan militer Jepang. Dalam pertempuran dahsyat yang terjadi tanggal 15 oktober – 20 Oktober 1945 tersebut, Lawang Sewu dijadikan benteng pertahanan terakhir. Karena bekal persenjataan yang seadanya, sementara Jepang memiliki berbagai senjata moderen (kala itu), akibatnya banyak pemuda gugur secara tragis. “ Untuk mengenang pertempuran tersebut, di depan Lawang sewu dibangun Tugu Muda,” ungkap pemandu wisata yang sama.

7c-5788c4e7f67e618c06bb2ecf.jpg
7c-5788c4e7f67e618c06bb2ecf.jpg
Banyak cerita tragis dan berbau mistis yang menyelimuti areal Lawang Sewu, kendati begitu, hal ini ditepis oleh pemandu wisata. Menurutnya, kisah- kisah tersebut sengaja disebarkan agar menambah seram keberadaan bangunan tua tersebut. Karena bentuk bangunannya yang tinggi serta mempunyai lorong panjang, akibatnya masyarakat tidak sedikit yang terpengaruh. “ Faktanya, saya di sini bertahun- tahun belum pernah bertemu hantu dan sejenisnya,” jelasnya sembari mewanti- wanti agar tak menyebut namanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun