Sosok dr Krishna Djaya DarumurtiSH MH, dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Kota Salatiga yang mencalonkan diri sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) rupanya menjadi magnet tersendiri. Menjelang memasuki seleksi tahap II, ia panen dukungan dari brbagai lapisan masyarakat.
Ratusan , bahkan mungkin ribuan dukungan tersebut dinyatakan melalui surat yang dikirim ke pihak Panitia Seleksi (Pansel) di Jakarta. Ada yang menggunakan surat yang pegirimannya lewat jasa PT Pos Indonesia, namun mayoritas menggunakan email ke panselmk@setneg.go.id dan pnselmk_setneg@yahoo.co.id. “ Dukung mendukung memang biasanya terkait aktifitas politik,sedangkan pencalonan hakim MK sebenarnya tak ada kaitannya dengan politik,” kata Koordinator Gerakan Elemen Masyarakat Anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Gema KKN) Kota Salatiga, YB Maryoto,Kamis (23/3) siang.
Menurut YB Maryoto, kendati bukan ranah politik, namun pemilihan calon hakim MK tetap memiliki aroma politik yang kental. Tanpa back up politik yang kuat, rasanya mustahil seseorang mampu terpilih. “ Makanya kami sengaja memberikan dukungan penuh untuk mengetahui kredibilitas Pansel Hakim MK ini,” ungkapnya sembari menambahkan bahwa pihaknya sudah mengirim surat dukungan pada hari Selasa (21/3) lalu.
Di kalangan mahasiswa UKSW sendiri, dalam sepekan terakhir nama Krishna telah menjadi perbincangan hangat. Baik mahasiswa FH mau pun Fakultas lainnya, secara berjamaah mengirimkan surat dukungannya ke Pansel. Mereka memberikan dukungan tanpa diminta, sebab, banyak yang mahasiswa non FH yang hanya mengenal nama sosok dosen gaul berambut agak gondrong tersebut. “ Saya mengenalnya karena artikel di Kompasiana banyak dishare di media sosial,” kata Bela (18) warga Jalan Imam Bonjol, Kota Salatiga.
Tidak hanya mahasiswa, alumni UKSW yang banyak tersebar di berbagai daerah, ternyata enggan membuang kesempatan dalam memberikan dukungan. Bila melihat di media sosial, tak terhitung jumlahnya alumni mau pun kolega Krishna yang terang- terangan mengaku sudah mengirimkan surat dukungan. Berdasarkan pengamatan, selain dari luar Pulau Jawa, seorang alumni yang tinggal di Timor Leste ternyata ikut memberikan suport.
Seperti diketahui, nama Krishna termasuk dalam 12 orang kandidat hakim MK. Salah satu calon, yakni Muhammad Yusuf mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan belakangan dikabarkan mengundurkan diri. Dengan begitu, saat ini hanya tersisa 11 orang yang berhak mengikuti seleksi tahap II di di Ruang Serbaguna, Gedung 3 Lantai I Kementerian Sekretariat Negara , Jakarta Pusat tanggal 27-29 Maret mendatang.
Dari 11 nama, nantinya Pansel yang terdiri atas mantan Wakil Ketua MK Harjono, pengacara kondang Todung Mulya Lubis, pakar hukum Universitas Sumatera Utara Ningrum Natasya Sirait, mantan hakim MK Maruarar Siahaan serta Komisioner Komisi Yudisial Sukma Violetta akan memerasnya menjadi tiga orang untuk diajukan pada Presiden RI Joko Widodo. Selanjutnya, bakal dipilih 1 orang sebagai hakim menggantikan Patrialis Akbar yang dirundung kasus korupsi.
HMI Salatiga Berikan Dukungan
Perihal lolosnya Krishna pada seleksi tahap I calon hakim MK ini, awalnya masyarakat Kota Salatiga kurang mengerti detail. Bahkan, pencalonan diri dosen yang bersahaja tersebut praktis tidak pernah diberitakan. Baru setelah turun artikel di Kompasiana yang isinya mengupas berbagai hal tentang sosoknya, masyarakat baru terperangah. Terhitung mulai tanggal 15 Maret, Krishna pun panen dukungan.
Seorang ibu- ibu bernama Dwi Winarni warga Kabupaten Semarang yang membaca artikel tentang Krishna di Kompasiana, hari Selasa (21/3) dini hari mengirim pesan melalui WA, ia mengaku membuat surat dukungan setelah menyimak keberadaan dosen UKSW tersebut. Yang agak menggelikan, dirinya memberikan dukungan karena percaya terhadap penulisnya.
Selain dukungan pribadi, beberapa organisasi mahasiswa hari ini juga ikut mengirimkan surat ke Pansel calon hakim MK. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kota Salatiga membuat surat resmi dan ditandatangani oleh Ketua Umum M. Didik Nugroho serta Sekretaris Umum Dody Usman Tomagola. “ Surat sudah kami kirimkan pagi tadi karena batas waktu penyampaian pendapat yang dipatok Pansel tanggal 23 Maret ini,” kata Didik.