Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Begini Situasi Paskah Bersama di Kota Paling Toleran, Salatiga

27 Maret 2016   17:47 Diperbarui: 17 April 2017   02:00 2785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Umat Kristiani lesehan di tengah lapangan (Foto: Dokumen pribadi)"][/caption]Sedikitnya 3.000-an umat Kristiani Kota Salatiga, Minggu (28/3) sore menggelar ibadah Paskah bersama di lapangan Pancasila. Hajatan yang berlangsung tepat di depan Masjid Raya Darul Amal tersebut berjalan sangat lancar tanpa ada gangguan apa pun.

Kota Salatiga sendiri, populasi penduduknya yang beragama Islam mencapai 75 persen. Sedang sisanya merupakan pemeluk Kristen Protestan, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu. Kendati begitu, perbedaan beragama tak membuat kalangan minoritas tersingkir. Hal tersebut yang membuat Lembaga Setara Institute menobatkannya menjadi kota paling toleran kedua se-Indonesia.

Prosesi memperingati Paskah dan Natal yang berlangsung di lapangan Pancasila, sebenarnya sudah berlangsung berpuluh–puluh tahun. Di lapangan yang sama, umat Muslim selama setahun memanfaatkannya untuk sholat Idhul Fitri serta Idhul Adha. Tak ada gesekan, tidak ada pula benturan. Semua berjalan normal seperti biasa karena masing-masing sangat menghargai pluralisme beragama.

[caption caption="Ratusan umat Kristiani memilih berteduh sambil mengikuti ibadah (Foto: Dok pribadi)"]

[/caption]Penduduk Salatiga yang berjumlah 190 ribu (data Pemilu Legislatif tahun 2014), memang unik. Keberadaan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan beberapa perguruan tinggi lainnya, belakangan membuat kota kecil ini didiami oleh 23 suku. Ada ribuan mahasiswa dari berbagai penjuru tanah air, menjadi warga setempat. Bisa karena mendapatkan jodohnya di sini, atau memang sudah enggan meninggalkannya. “Saya memang nyaman hidup di Salatiga,” kata Izak Lattu PhD yang berasal dari Ambon.

Agak Sepi
Dalam ibadah Paskah Bersama yang dikoordinir oleh Badan Kerjasama Gereja Salatiga (BKGS) ini, biasanya diikuti sedikitnya 6.000–7.000 umat Kristen mau pun Katholik yang datang dari 76 gereja di wilayah Kota Salatiga. Namun, prosesi yang berlangsung sore ini agak berbeda. Hitungan kasar, hanya sekitar 3.000-an umat yang memenuhi Lapangan Pancasila. Itu pun akibat cuaca yang mendung, lapangan terlihat lengang karena banyak yang memilih menepi di bawah rindangnya pohon.

“Sepinya umat yang mengikuti Ibadah Paskah Bersama ini mungkin karena Hari Jumat sudah melaksanakan kebaktian Paskah di gerejanya masing- masing,” kata Mulyono, warga Pengilon yang hadir di lapangan Pancasila.

[caption caption="Ini juga memilih berteduh di bawah pohon (Foto: Dokumen pribadi)"]

[/caption]Seperti tahun- tahun sebelumnya, sekitar pukul 15.00, umat Kristiani yang akan mengikuti ibadah sudah mulai berdatangan ke lokasi. Kapolres Salatiga AKBP Yudho Hermanto yang enggan kecolongan dalam menghadapi hajatan besar ini mengerahkan sedikitnya 200 personil gabungan Satlantas, Sabhara, Intel dan Sat Reskrim. Seluruh akses jalan menuju Lapangan Pancasila diblokade, semua kendaraan dilarang memasukinya. Hanya pejalan kaki yang boleh melintas.

“Ini untuk antisipasi agar tidak terjadi hal- hal yang diinginkan. Bagi umat yang akan mengikuti kebaktian, kami menyiapkan kantung-kantung parkir,” kata Kapolres Salatiga saat dikonfirmasi melalui Kasat Reskrim AKP M. Zazid SH. MH.

[caption caption="Jalan menuju Lapangan Pancasila diblokade (Foto: Dokumen pribadi)"]

[/caption]Dalam Ibadah Paskah Bersama dengan tema “Jangan Takut Sebab Aku Menyertaimu”, selain mendengarkan siraman rohani yang disampaikan Pendeta dari BKGS dan menyanyikan berbagai lagu pujian, pukul 17.15 menjelang Maghrib ditutup lagu kebangsaan berjudul “Bagimu Negeri”. Hingga seluruh prosesi kebaktian usai, praktis tidak ada gangguan apa pun. Hanya, saat umat membubarkan diri, hujan langsung mengguyur bumi.

Itulah gambaran sedikit tentang Ibadah Paskah Bersama yang digelar di Kota Salatiga, kota paling toleran kedua di Indonesia. Kebaktian yang berlangsung di depan Masjid Raya Darul Amal dan kampus IAIN Salatiga, berjalan mulus tanpa gangguan. Pengeras suara ribuan watt yang digunakan tanpa diminta langsung dimatikan saat berkumandang adzan Ashar. Seakan, toleransi seluruh umat bukan hanya slogan, retorika serta jargon semata. Berpuluh tahun warga Salatiga telah merealisasikannya. Pluralisme bukan hal yang aneh di mata warga. Ah! Salatiga memang beda. Makanya saya betah hidup di sini. (*)

*Untuk rekan- rekan yang merayakannya, Selamat Paskah 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun