Ribuan warga Tionghoa, Senin (27/2) siang menggelar ritual kirap budaya ruwat bumi dan tolak balasa keselamatan, kedamaian serta keutuhan NKRI. Dalam hajatan yang berlangsung di kota Salatiga tersebut, praktis berjalan lancar kendati diwarnai kemacetan lumayan parah.
Dalam gelaran ruwat bumi dalam rangka ulang tahun Dewa Bumi ini, pengurus Tempat Ibadah Tri Dharma (Kelenteng) Hok Tek Bio Kota Salatiga sengaja mengundang beberapa kelompok kesenian seperti Liong sam sie, wayang orang, reog Ponorogo, drum band dan tak ketinggalan ikon kota Salatiga, yakni drum blek yang sesudah kirap diberi waktu masing- masing 15 menit untuk unjuk kebolehan.
Seperti galibnya kirap- kirap di tahun lalu, ruwatan bumi di kota paling toleran se Jawa versi Setara Institute tersebut, diawali barisan pengebar bendera merah putih, disambung barisan pembawa panji, Liong , Barongsai, rombongan pengusung dewa dewi, drum band TNI, reog hingga drum blek. “ Khusus Liong, kami sudah mengeluarkan edaran agar warga yang dilewati tidak memberikan angpo. Bagi yang akan memberi, nanti kami beri kesempatan di depan Kelenteng,” ungkap Zhen Zhen.
Kedamaian di Republik ini
Berdasarkan pantauan di lapangan sendiri, barisan kirap sepanjang hampir 1 kilometer ini, awalnya berjalan lancer karena adanya rekayasa arus lalu lintas. Namun, memasuki kawasan Jendral Sudirman atau pusat kota, belakangan jadi tersendat. Pasalnya, kendaraan yang sebelumnya dilarang memasuki jalan protokol itu, tiba- tiba diijinkan masuk. Akibatnya, peserta kirap dipaksa berbagi ruas jalan.
“ Ini gimana sih ? Tadi kendaraan dialihkan rombongan bisa berjalan lancar, sekarang malah dibuka, akibatnya peserta berulangkali berhenti,” kata salah satu peserta sembari menambahkan dirinya bersama rekan- rekannya sudah kelelahan karena menempuh perjalanan hampir 3 kilometer.
Menurut Zhen- Zhen, hajatan ini sebenarnya merupakan wujut rasa syukur terhadap Dewa Bumi karena telah memberikan banyak kenikmatan, rejeki, kesehatan terhadap umat di bumi. Harapannya, ke depan kesejahteraan selalu melingkupi seluruh umat, tak hanya di kota Salatiga saja, namun juga di seluruh Reppublik Indonesia.