[caption caption="Pementasan rutin keroncong di Kanopi Pasar Raya II Salatiga (foto: dok pribadi)"][/caption]Saat berbagai genre musik mengalir deras ke tanah air, keberadaan Orkes Keroncong (OK) nyaris terabaikan. Kendati begitu, hal ini tidak terjadi di Kota Salatiga. Sedikitnya ada 30 an kelompok OK yang tetap eksis dan saban bulan secara bergantian tampil di Kanopi Pasar Raya II.
Pagelaran musik keroncong di Kanopi Pasar Raya II yang terletak di Jalan Jendral Sudirman ini, sebenarnya digawangi oleh Dewan Kesenian Salatiga (DKS). Menurut Ketua DKS, Djisno Zero, seluruh kelompok OK yang ikut pementasan, sama sekali tidak menerima honor sepeser pun. "Kami hanya menyediakan snack dan minuman saja,” ungkapnya, Selasa (22/3) sore.
Karena tujuannya ikut melestarikan keberadaan keroncong yang merupakan budaya asli Indonesia, maka para peserta pagelaran mayoritas sudah merasa senang ada pihak yang mengakomodir puluhan OK di Salatiga. Semisal tak dibatasi, setiap pementasan pesertanya bisa mencapai di atas 10 kelompok OK. “Dalam setiap pementasan, maksimal kami hanya menampilkan lima kelompok OK,” tukas Djisno.
Menurut Djisno, di Kota Salatiga terdapat sekitar 30 OK yang tersebar di berbagai Kelurahan. Para buaya keroncong tersebut, secara rutin berlatih seminggu sekali. Untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk peralatan musik, biasanya dilakukan swadaya. “Setiap latihan, biasanya disediakan kotak kas. Masing- masing personil memberikan sumbangan sekadarnya,” jelasnya.
[caption caption="OK Ki Penjawi saat tampil di Resto Joglo Ki Penjawi (foto: dok pribadi)"]
Musik keroncong di Salatiga, lanjut Wiyarso, dalam dua tahun belakangan mencapai perkembangan yang signifikan. Bila sebelum tahun 2014, mayoritas pemainnya merupakan orang- orang tua ( usia di atas 55 tahun), secara perlahan ternyata mampu menarik minat anak- anak muda. Bahkan, sekarang ini, hampir separuh pemain keroncong, terdiri anak muda dengan rentang usia antara 25- 40 tahun.
[caption caption="Lomba lagu keroncong di Hotel Laras Asri (foto: dok Wiyarso)"]
Pembinaan terhadap pecinta keroncong, menurut Wiyarso, tak lepas dari peran pihak swasta. Di mana, selain DKS yang rutin menggelar pementasan OK di Kanopi Pasar Raya II, beberapa pihak seperti Hotel Laras Asri mau pun Resto Joglo Ki Penjawi kerap mengadakan lomba lagu keroncong. Event musik keroncong tersebut direalisasi secara berkesinambungan, hampir tiga bulan sekali selalu digelar.
Penjelasan Wiyarso memang benar adanya, saat saya bertandang ke kampung Kalitaman, saya melihat beberapa anak muda tengah berlatih di malam hari. Mereka yang tergabung dalam OK Setia Kawan, setiap malam Jumat secara rutin menggelar latihan. Konon, kendati sepi order, mereka tetap disiplin mengasah kemampuannya. “Kalau dirasakan dengan sesungguhnya, music keroncong itu sangat nikmat,” kata salah satu personil OK Setia Kawan, bernama Agus.
[caption caption="OK Setia Kawan tengah berlatih (foto: dok Agus)"]
Nikmatnya bermusik keroncong, ternyata juga menarik minat para mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, setelah melakukan perekrutan, mereka membentuk OK KPK ( Keroncong Pemuda Kekinian) yang tak pernah absen saat kampus menggelar hajatan. Seperti galibnya anak muda, lagu-lagu yang mereka pertontonkan merupakan lagu pop yang diubah aransemennya atau lagu ciptaan sendiri yang tentunya sarat kritik.