Wasiti, perempuan uzur berumur sekitar 70 tahun warga Dusun Pancuran RT 21 RW 5, Desa Pentur, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali  memiliki kehidupan yang memperihatinkan.Â
Tinggal sendirian di rumah berbahan anyaman bambu yang sudah lapuk dimakan zaman, untuk makan keseharian berharap dari belas kasihan warga. Seperti apa kondisinya, berikut penelusurannya.
Minggu (14/10) sore, seusai membagikan paket sembako di pelosok pedesaan Kabupaten Semarang dan Boyolali, sekitar pk 15.00 masuk informasi yang menyebut bahwa di wilayah Kecamatan Simo, terdapat perempuan sepuh yang hidup sendirian dalam kondisi memperihatinkan. Di mana, selain sebatangkara, saban hari untuk makan dicatu para tetangganya.
Demi mendengar hal tersebut, saya setengah tak percaya, pasalnya pemerintah Kabupaten Boyolali belakangan memacu pembangunan di berbagai lini. Masak ada warganya yang hidup serba kekurangan sampai terabaikan?Â
Terkait hal itu, saya pun langsung memutuskan mengunjunginya. Bersama lima orang relawan lainnya, kami mampir ke mini market sekedar membeli sembako pelengkap.
Hingga akhirnya, kami tiba di rumah Wasiti yang terlihat menyendiri. Rumah berukuran sekitar 4 X 6 meter ini, tampak lapuk. Dinding anyaman bambunya, seperti tergerus jaman. Begitu kami mengucapkan salam, Wasiti buru-buru membukakan pintu. Beliau hanya mengenakan baju tanpa lengan dan jarik lusuh. " Monggo, monggo pinarak (silahkan, silahkan duduk)," ucapnya dalam bahasa Jawa, sembari mengambil kebaya lengan panjang.
Rumahnya yang serba minimalis, tanpa kamar, tanpa ruang tamu mau pun ruang keluarga. Semuanya menyatu jadi satu, termasuk tungku kayu yang biasa Wasiti gunakan untuk memasak. Sementara di bagian dinding atas, terlihat lobang cukup besar, sehingga di malam hari dijamin sejuk kendati tidak menggunakan pendingin udara.
Melihat kondisi rumahnya yang seperti itu, kami menawarkan bantuan untuk memperbaikinya. Dengan sigap, Wasiti menginjinkannya. Sebab, dirinya sebenarnya merasa tak nyaman tinggal di rumah yang tingkat kebobrokannya sudah mencapai level sangat memperihatinkan itu. "Ajeng ndadosi mboten gadah arto, nggih mpun kersane mangaten mawon to (Mau memperbaiki tak punya uang, ya biarkan seperti ini saja)," tuturnya.