" Para calon legislatif, kerap mengumbar janji akan memperjuangkan jalan ini agar diaspal lagi. Giliran sudah jadi, jalannya tetap tak berubah," ujarnya serius.
![Ini bukan kubangan kerbau lho (foto: dok pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/01/4-598037db52da3838054eca72.jpg?t=o&v=555)
Memang, lanjut Rohmad, saban tahun Desa Krandon Lor seperti galibnya desa- desa lainnya selalu mendapat kucuran dari pemerintah pusat berupa Dana Desa. Namun, bila anggarannya dialokasikan untuk memperbaikinya, maka dusun lainnya tak bakal menikmati gurihnya uang negara tersebut. " Padahal, di sini ada delapan dusun," ungkapnya.
Lebih jauh, baik Rohmad, Jamari mau pun Lukman berharap agar pejabat Kabupaten Semarang mau pun dari Provinsi Jateng sudi bertandang ke Desa Krandon Lor. Karena, dengan peninjauan lapangan para pejabat akan mengetahui pasti bahwa warga merasa dirugikan bila saban hari dipaksa mengambil jalan memutar yang selisihnya mencapai sekitar 7 kiloan meter.
![Jembatan setelah 72 tahun merdeka (foto: dok pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/01/5-5980384761ee313252015b12.jpg?t=o&v=555)
Hingga perbincangan berakhir, untuk kembali ke Desa Suruh, saya sengaja memilih jalan melingkar. Hasilnya, menjelang perbatasan dusun, ups ! Ternyata terdapat jembatan kecil yang dibuat dari batang pohon kelapa yang diletakkan melintang berjajar. Ini apa- apaan ? Kabupaten Semarang yang memiliki APBD hampir Rp 2 triliun, ternyata masih mempunyai jembatan ala jaman kolonial Belanda. Bung, kita sudah merdeka selama 72 taon lho. (*)