Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Begini Cara Membangun Citra Positif Kompasiana

4 Mei 2017   17:34 Diperbarui: 4 Mei 2017   17:45 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artikel tahun 2016 yang mengundang simpati (foto: dok pri)

Membangun citra positif atas suatu media apa pun di masyarakat bukanlah suatu hal yang mudah, demikian pula dengan Kompasiana. Hampir dua tahun sebagai Kompasianer, saya berupaya membenamkan blog keroyokan ini menjadi blog yang kredibel dan dapat dipercaya, minimal di Kota Salatiga. Seperti apa langkah- langkahnya, berikut catatannya.

Kendati di Kota Salatiga mau pun Kabupaten Semarang terdapat banyak Kompasianer, namun, nama Kompasiana memang relatif kurang dikenal oleh masyarakat setempat. Anak kandung Kompas Group tersebut kalah dibanding media cetak  terbitan Kota Semarang dan media online asal ibu kota. Tapi, hal itu terjadi dua tahun lalu, tepatnya di tahun- tahun 2015 an.

Hingga saya bergabung di Kompasiana, sekitar akhir tahun 2014, saya berupaya menyigi penyebab blog keroyokan kebanggaan ratusan ribu Kompasianertersebut kurang dikenal oleh publik. Melalui berbagai diskusi dengan beberapa masyarakat yang ngeh terhadap media online, belakangan ketemu biang keladinya. Yakni, warga tak mengenal karena tidak pernah dikenalkan oleh Kompasianernya.

Artikel yang mendapat ribuan like (foto: dok pri)
Artikel yang mendapat ribuan like (foto: dok pri)
Karena kebetulan nama Bambang Setyawan tercatat di berbagai group facebook (padahal saya belum pernah sekali pun mendaftar), akhirnya mulai tahun 2015, artikel- artikel di Kompasiana mulai saya posting di group facebook. Hasilnya sungguh luar biasa, para pengguna facebookmerespon positif. Nyaris semua artikel yang nangkring di group facebook dilike ratusan orang, bahkan ribuan.

Begitu pun dengan komentar, beragam komentar terkadang mencapai ratusan sehingga membuat repot diri sendiri. Terkadang, artikel yang sudah terposting juga dishare banyak orang. Biasanya, reportase yang mengandung nilai –nilai inspiratif, dalam hitungan jam kerap dishare tanpa ijin atau atas seijin saya. Bagi saya, hal itu bukan suatu persoalan yang harus dipermasalahkan.

Artikel tahun 2016 yang mengundang simpati (foto: dok pri)
Artikel tahun 2016 yang mengundang simpati (foto: dok pri)
Seringnya artikel- artikel di Kompasiana yang saya posting di group facebook, secara perlahan brand Kompasiana mulai dikenal sebagai media yang selalu membawa aura positif. Kebetulan, saya memang agak alergi menulis sesuatu yang ecek- ecek alias tidak ada manfaatnya. Dan, hal tersebut diketahui oleh publik, dibanding media lain, Kompasianadianggap sebagai media yang sarat manfaat sekaligus memiliki kredibilitas tinggi di mata masyarakat Salatiga serta Kabupaten Semarang.

Tidak sulit menemukan parameter bahwa Kompasiana sudah menemukan segmen pembacanya, selain postingan di group facebook selalu dibanjiri pembaca, juga terlihat seringnya pesan melalui inbok yang meminta saya untuk menulis sesuatu yang menarik di kampungnya. Mulai hal terkait peninggalan sejarah, kejadian kriminal, birokrasi hingga aktifitas sosial. Mereka sangat paham, untuk kegiatan promosi produk, pasti bakal saya abaikan.

Artikel Kabupaten Semarang yang juga dilike ratusan orang (foto: dok pri)
Artikel Kabupaten Semarang yang juga dilike ratusan orang (foto: dok pri)
Dongkrak Angka Pembaca                  

Kejadian – kejadian yang mempunyai nilai human interest tinggi memang selalu saya prioritaskan. Hal ini tak hanya di sekitar Salatiga mau pun Kabupaten Semarang saja, sebab, terkadang saya merambah hingga Kabupaten Boyolali. Salah satunya mengenai Warjiman, laki- laki yang mengalami kelumpuhan 20 tahun namun tak pernah menerima perawatan medis. Paska kisahnya tayang di Kompasiana, pihak- pihak terkait langsung membawanya ke Rumah Sakit Umum guna mendapat bantuan medis.

Mungkin, jajaran birokrasi di Kabupaten Boyolali menganggap saya usai menulis akan melupakannya. Dugaan tersebut keliru besar, sebab, sepekan kemudian saya menyambanginya kembali. Hasilnya, Warjiman sudah dipulangkan paksa sehingga saya pun menulis untuk kali kedua. Lucunya, setelah saya geber tiga kali artikel, pria malang tersebut baru menerima perawatan yang agak memadai. Mereka sepertinya lupa bahwa siri saya selalu mempunyai kedekatan emosional dengan sumber.

Artikel yang mengundang aksi keperihatinan (foto: dok pri)
Artikel yang mengundang aksi keperihatinan (foto: dok pri)
Ada konsekuensi positif ketika kita sudah mampu mengenalkan brand Kompasiana di masyarakat, di mana, kredibilitas selaku Kompasianer lumayan diperhitungkan. Paling tidak, dalam tempo dua tahun terakhir, banyak peristiwa yang saya tulis langsung menuai aksi simpati. Dari mulai aktifis perpustakaan, janda pejuang yang tinggal di kandang, monumen pahlawan nasional yang usinya sudah 43 tahun hingga sejarah dunia esek- esek di Kota Salatiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun