Berlomba Menjajakan Wisata Kampung di Kabupaten Semarang
Para pemangku kebijakan di berbagai desa di Kabupaten Semarang, sepertinya tengah berlomba menjajakan wisata kampung di desanya masing- masing. Di mana, selain bertujuan memperkenalkan potensi yang ada, sasaran lainnya guna mendongkrak pendapatan masyarakat setempat. Seperti apa geliatnya, berikut penelusurannya untuk Kompasiana.
Sejak pertengahan tahun 2016 lalu, puluhan desa di wilayah Kabupaten Semarang terus membenahi perkampungan yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata. Kendati geliatnya sudah mulai tampak mulai bulan Juni namun secara resmi pergerakan terlihat tanggal 7 Desember lalu. Di mana, di Dusun/ Desa Deresan, Susukan dideklarasikan “Kampoeng Penjawi Mandiri” (KPM).
Menurut Gunawan yang biasa disapa Iwan, di Dusun Deresan potensial digarap menjadi kampung wisata karena memiliki hutan bamboo, sungai dan juga gua peninggalan Nyi Ageng Serang yang ikut berjuang melawan pemerintahan kolonial Belanda saat perang Diponegoro. Terkait hal tersebut, tinggal memoles sedikit sudah layak jual.
Yang menarik dalam merealisasikan KPM, imbuh Iwan, munculnya kesadaran masyarakat setempat yang secara sukarela menyerahkan lahan, hasil pertanian dan harta lainnya untuk dikelola bersama. Semua dilakukan demi terwujutnya satu kampung wisata yang kelak akan dinikmati anak serta cucunya. Tentunya, hal ini diharapkan bakal menimbulkan efek domino pada masyarakat di desa- desa lainnya.
Berdirinya KPM, belakangan terus menimbulkan dampak positif di wilayah Kabupaten Semarang yang memiliki 208 desa ditambah 27 kelurahan. Berdasarkan keterangan Iwan, di Dusun Sumurup, Asinan telah terbentuk desa wisata, di Gedong, Tajuk, Getasan dibangun hal yang sama, di Desa Plumbon, Suruh tengah dirintis, Desa Metul, Susukan sudah berjalan. “ Banyak desa yang sudah menggeliat, saya tidak hafal nama- namanya,” ujarnya.
Penasaran dengan keterangan Iwan, akhirnya saya pun mulai menelusurinya. Sayang, cuaca enggan diajak kompromi sehingga baru menyambangi tiga lokasi kampung wisata terpaksa harus mundur teratur. Hujan terus menerus mengguyur, dari pada masuk angin akhirnya mengurungkan niat keliling ke obyek lainnya.