Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Beginilah Sisa Kejayaan Pabrik Gula Peninggalan Belanda

11 Januari 2017   15:19 Diperbarui: 11 Januari 2017   23:34 5739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pabrik gula Gondang Baru (foto: dok Bamset)

Mesin-mesin giling raksasa yang ada di PGGB, ternyata dibuat beragam. Salah satu mesin giling tertua dibuat tahun 1884 oleh Perancis. Sementara untuk pengangkutan, lokomotif tertua adalah loko merek Linkehofman buatan tahun 1923. Sayang, lokomotif tersebut sekarang teronggok tak berdaya, jauh dari kesan terawat.

Ketel raksasa berusia ratusan tahun (foto: dok bamset)
Ketel raksasa berusia ratusan tahun (foto: dok bamset)
Setelah sempat terheran-heran dengan mesin-mesin giling raksasa, Joko mengajak penulis memutari pabrik. Di sini terlihat beberapa rumah dinas yang telantar, padahal kondisi fisik bangunannya masih terlihat bagus. Hingga tiba di menara air, kembali timbul keheranan. Pasalnya, bangunan menara tidak menggunakan beton bertulang. Kendati begitu, mampu bertahan ratusan tahun. Memang, sebuah bangunan bakal bertahan di segala jaman bila pengerjaannya tak dikorupsi.

Menara air tanpa menggunakan beton bertulang (foto: dok bamset)
Menara air tanpa menggunakan beton bertulang (foto: dok bamset)
Dalam catatan, pabrik gula ini di tahun 1930-1935 sempat tidak berproduksi akibat krisis ekonomi. Hingga kondisi perekonomian mulai menggeliat, tahun 1935-1942, gula kembali diproduksi dipimpin duet Boerman dan MF Bremmers. Ketika Jepang menduduki Indonesia, pabrik gula sempat dikuasai paksa oleh pihak Jepang. Memasuki tahun 1945, usai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, pabrik diambil alih Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN).

Lokomotif uap yang dulu digunakan mengangkut tebu (foto: dok bamset)
Lokomotif uap yang dulu digunakan mengangkut tebu (foto: dok bamset)
Menurut Joko, di tahun 1948, saat agresi militer Belanda kedua, pabrik gula kembali berhenti beroperasi. Situasi yang kacau, tak memungkinkan pabrik berproduksi hingga dua tahun lamanya. Tahun 1950, melalui surat keputusan pemerintah Indonesia menetapkan seluruh asset milik Belanda diambil alih pemerintah dan tahun 1957 nama Pabrik Gula Gondang Winangoen secara resmi diganti menjadi Pabrik Gula Gondang Baru.

Sebenarnya Joko masih sempat mengajak bertandang ke Museum Gula yang menurutnya hanya satu-satunya di Indonesia. Sayang, waktu saya terbatas sehingga saya menjanjikan lain waktu untuk kembali berkunjung. Itulah sedikit gambaran kondisi PGGB yang pernah mengalami kejayaan di pemerintahan kolonial Belanda. Anda berminat mengunjunginya? Silahkan, tak sulit menemukan lokasinya, ditambah ada edukasi yang sulit raib dari benak kita. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun