Ketika kehidupan semakin sulit, bukan berarti seseorang harus berkeluh kesah, sebab, roda hidup tetap berjalan sebagaimana mestinya.Demikian juga dengan lelaki setengah baya yang tinggal di Desa Nogosaren, Kecamatan Getasan, kabupaten Semarang ini.Demi istri dan dua anaknya, ia saban hari naik turun tebing di kaki Gunung Telomoyo guna menafkahi keluarganya.
Namanya Rumadi, umur 50 tahun, bekerja sebagai pencari rumput untuk 5 ekor sapi perahnya. Untuk memenuhi pakan bagi ternaknya, tiap hari, ia harus menempuh perjalanan sekitar 3 kilometer (pulang pergi) di areal Air Tejun Kali Pancur yang medannya naik turun dengan sudut kemiringan mencapai 70 derajat. “ Sehari kadang tiga kali mencari rumput di sini,” tutur pria setinggi 160 cm dan berat 55 kilogram tersebut.
Artinya, bila saat ini masih termasuk musim penghujan, maka saban harinya Rumadi menempuh perjalanan sepanjang 9 kilometer hanya untuk mendapatkan 3bongkok rumput basah senilai Rp 30.000. Luar biasa ! Padahal, kalau melihat track di kali Pancur, apa lagi usai diguyur hujan, maka , meleng sedikit, nyawa bakal menjadi taruhannya.
“ Rumput tiga bongkok itu hanya untuk makan ternak selama sehari, esok harinya sudah ludes. Karena yang namanya sapi perah, makannya tak pernah mengenal berhenti,” jelasnya.
Rumadi yang saya pergoki tengah beristirahat di tengah perjalanan air terjun Kali Pancur, menjelaskan, dari 5 sapi perah miliknya, sehari rata- rata mampu menghasilkan susu sebanyak 25 liter yang seliternya dijual dengan harga Rp 5.000. Artinya, setiap hari dirinya mengantongi uang tunai sebesar Rp 125.000 dari hasil penjualan susu segar. Untuk menekan pengeluaran perihal pakan, ia mencari rumput sendiri.
Ada hal yang menarik pada diri Rumadi, ketika beristirahat, tak nampak bekal minuman apa pun. Ternyata, ia tengah menjalani ibadah puasa. Lelaki perkasa yang hanya bertelanjang dada itu menjelaskan, berpuasa bagi orang Islam hukumnya adalah wajib. Kendati begitu, mencari nafkah untuk keluarga hukumnya juga wajib.
“ Tidak ada alasan apa pun yang menghalalkan kita untuk tidak berpuasa saat bekerja. Seberat apa pun pekerjaan kita, puasa tidak akan menyebabkan kita meninggal,” ujarnya mirip seorang uztad yang tengah memberikan tauziah.
Sembari mengelap keringatnya, Rumadi mengaku, dirinya tak tahu soal politik. Siapa pun Bupati, Gubernur bahkan Presiden pun, baginya tidak masalah. Sebab, sehebat apa pun seorang pemimpin, bisa dipastikan sulit mengubah ekonomi keluarganya. “ Mulai jaman pak Harto, Gus Dur, Megawati , SBY hingga sekarang pak Jokowi, hidup saya ya hanya begini- begini saja,” tukasnya tanpa nada mengeluh.
Apa yang disampaikan oleh lelaki perkasa di kaki Gunung Telomoyo ini, memang ada benarnya. Ia abai dengan kondisi politik tanah air, dirinya juga masa bodoh terhadap siapa yang jadi Bupati, Gubernur mau pun Presiden. Yang pasti, di tengah persaingan yang ketat, ora ubet , ora ngliwet.
Itulah cermin kehidupan yang saya dapatkan dari seorang pencari rumput di Kali Pancur, dibalik kesederhanaannya, tersimpan sesuatu yang dahsyat. Kiranya Allahsenantiasa melimpahkan perlindungan, kesehatan dan rejeki yang cukup pada dirinya. Seorang lelaki kecil yang bersahaja, tak mengenal kata mengeluh, serta mau sadar diri bahwa kehidupan tetap berjalan kendati kondisinya sesulit apa pun. Selamat menjalankan ibadah puasa. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H