Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Merunut Keberadaan Bedug Terbesar di Dunia

5 Juni 2016   18:08 Diperbarui: 5 Juni 2016   20:08 1665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan tertulis tentang sejarah bedug (foto: dok pri)

Bedug  di Masjid Darul Muttaqien, Purworejo yang saat ini berusia 179 tahun diyakini merupakan bedug terbesar di dunia. Klaim atas sarana tanda waktu sholat itu bisa jadi benar, namun, juga ada yang meragukan. Untuk mengetahui kebenarannya, Minggu (5/6) siang saya merunut keberadaannya, berikut catatannya.

Bedug yang diberi nama bedug Pendowo, ukurannya memang istimewa. Mempunyai panjang 282 cm, garis tengah 194 cm, kelilingnya 601 cm , jumlah paku paku bagian depan  120 dan paku di belakangnya 98 buah. Berdasarkan keterangan tertulis yang ada di Masjid  Darul Muttaqien, kulit yang dipergunakan merupakan kulit Banteng sehingga usianya mampu mencapai ratusan tahun.

Ukuran bedug saat bersanding dengan orang dewasa (foto: dok pri)
Ukuran bedug saat bersanding dengan orang dewasa (foto: dok pri)
Cikal bakal terwujutnya bedug raksasa ini, sebenarnya tak bisa dilepaskan dari sosok Adipati Cokronagoro I yang menjabat sebagai Bupati Purworejo yang pertama. Sang Bupati yang di masa pemerintahannya sangat dipatuhi rakyatnya, mempunyai ambisi besar, yakni membangun masjid agung. Terkait hal tersebut, agar seluruh umat Muslim bisa memanfaatkannya, belakangan, tanggal 16 April 1834 dimulailah pembangunan masid di lahan sebelah barat alun- alun Purworejo.

Di atas lahan seluas 8.825 meter persegi, Adipati Cokronagoro I meminta agar masjid ini dibangun dengan arsitektur Jawa dan harus menggunakan material berkualitas. Sebagai tiang utamanya dipilih dari kayu jati bang yang konon memiliki cabang lima dan berusian ratusan tahun. Diameter kayu yang dipergunakan mencapai 2 meter sehingga kekokohannya sangat teruji.

Keterangan tertulis tentang sejarah bedug (foto: dok pri)
Keterangan tertulis tentang sejarah bedug (foto: dok pri)
Hingga akhirnya, berdirilah Masjid Darul Muttaqien yang mampu menampung ribuan jamaah. Sampai sekarang, tempat ibadah kebanggan warga Purworejo ini masih berfungsi dan dirawat dengan baik. Pasalnya, bangunan yang telah berumur hampir dua abad, termasuk cagar budaya yang tentu hukumnya wajib dijaga serta dilindungi. Lokasinya yang representatif, membuat masjid tersebut tak pernah sepi. Sebab, nyaris saban hari selalu saja ada wisatawan yang berkunjung.

Perlunya Bedug

Adipati Cokronagoro I yang mempunyai kekuasaan penuh atas Kabupaten Purworejo, rupanya tak hanya merasa puas sebatas berdirinya sebuah masjid yang megah. Beliau orang cerdas yang sangat mafhum, bahwa di tahun – tahun 1834 belum dikenal pengeras suara. Padahal, perangkat sebagai tanda panggilan sholat tersebut sangat dibutuhkan.

Ruangan dalam Masjid (foto: dok pri)
Ruangan dalam Masjid (foto: dok pri)
Empat puluh tahun kemudian, tepatnya tanggal 14 April 1874, Erns W. Siemens baru menemukan pengeras suara pertama. Bahkan, alat pengeras suara yang lebih sempurna baru ditemukan di tahun 1931, artinya sangat mustahil pulutan tahun menunggu ditemukan alat tersebut. Untuk mengantisipasinya, Adipati Cokronagoro I lagi- lagi memiliki gagasan agar masjid dilengkapi bedug yang tentunya harus mampu mengeluarkan suara menggelegar.

Agar gagasannya itu mampu direalisasi dengan baik, akhirnya di tahun yang sama, Bupati Purworejo tersebut menunjuk adiknya yang bernama Raden Patih Cokronagoro dan Raden Tumenggung Prawironagoro menjadi penanggungjawab mega proyek ini. Berdasarkan hasil diskusi, disepakati bedud dibuat juga dari kayu jati bang bercabang lima. Pohon jati berusia ratusan tahun yang hanya di Dusun Pendowo, Desa Bragolan, Kecamatan Purwodadi.

Masjid kebanggan warga Purworejo (foto: dok pri)
Masjid kebanggan warga Purworejo (foto: dok pri)
Pohon jati yang diduga merupakan pohon keramat, tentunya pantang untuk ditebang. Namun, karena perintah pembuatan bedug berasal dari Bupati yang hukumnya wajib dilaksanakan, maka segala pantangan diabaikan. Apa lagi di dalam Islam tak mengenal tahayul, akhirnya, pohon raksasa tersebut ditumbangkan. Kendati sudah tumbang, namun bukan berarti pembuatan bedug bakal mulus. Pasalnya, bagian yang digunakan adalah bonggolnya (pohon paling bawah).

Dengan keterbatasan teknologi saat itu, untuk melobangi bonggol kayu jati bang yang terkenal sangat keras, tentunya bukan merupakan pekerjaan mudah. Butuh waktu tiga tahun guna merealisasikan titah sang Bupati. Para ahli pembuat bedug dikerahkan, baru di tahun 1837 proyek prestisius tersebut selesai. Setelah berhasil diboyong ke Masjid Darul Muttaqien, bedug diberi nama bedug Pendowo karena kayunya diambil dari Dusun Pendowo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun