Bedug  di Masjid Darul Muttaqien, Purworejo yang saat ini berusia 179 tahun diyakini merupakan bedug terbesar di dunia. Klaim atas sarana tanda waktu sholat itu bisa jadi benar, namun, juga ada yang meragukan. Untuk mengetahui kebenarannya, Minggu (5/6) siang saya merunut keberadaannya, berikut catatannya.
Bedug yang diberi nama bedug Pendowo, ukurannya memang istimewa. Mempunyai panjang 282 cm, garis tengah 194 cm, kelilingnya 601 cm , jumlah paku paku bagian depan  120 dan paku di belakangnya 98 buah. Berdasarkan keterangan tertulis yang ada di Masjid  Darul Muttaqien, kulit yang dipergunakan merupakan kulit Banteng sehingga usianya mampu mencapai ratusan tahun.
Di atas lahan seluas 8.825 meter persegi, Adipati Cokronagoro I meminta agar masjid ini dibangun dengan arsitektur Jawa dan harus menggunakan material berkualitas. Sebagai tiang utamanya dipilih dari kayu jati bang yang konon memiliki cabang lima dan berusian ratusan tahun. Diameter kayu yang dipergunakan mencapai 2 meter sehingga kekokohannya sangat teruji.
Perlunya Bedug
Adipati Cokronagoro I yang mempunyai kekuasaan penuh atas Kabupaten Purworejo, rupanya tak hanya merasa puas sebatas berdirinya sebuah masjid yang megah. Beliau orang cerdas yang sangat mafhum, bahwa di tahun – tahun 1834 belum dikenal pengeras suara. Padahal, perangkat sebagai tanda panggilan sholat tersebut sangat dibutuhkan.
Agar gagasannya itu mampu direalisasi dengan baik, akhirnya di tahun yang sama, Bupati Purworejo tersebut menunjuk adiknya yang bernama Raden Patih Cokronagoro dan Raden Tumenggung Prawironagoro menjadi penanggungjawab mega proyek ini. Berdasarkan hasil diskusi, disepakati bedud dibuat juga dari kayu jati bang bercabang lima. Pohon jati berusia ratusan tahun yang hanya di Dusun Pendowo, Desa Bragolan, Kecamatan Purwodadi.
Dengan keterbatasan teknologi saat itu, untuk melobangi bonggol kayu jati bang yang terkenal sangat keras, tentunya bukan merupakan pekerjaan mudah. Butuh waktu tiga tahun guna merealisasikan titah sang Bupati. Para ahli pembuat bedug dikerahkan, baru di tahun 1837 proyek prestisius tersebut selesai. Setelah berhasil diboyong ke Masjid Darul Muttaqien, bedug diberi nama bedug Pendowo karena kayunya diambil dari Dusun Pendowo.