Saat setiap tahun jutaan orang berjuang mencari pekerjaan, hal itu tak dilakukan oleh Anet (50) warga Desa Rowo Boni, Banyubiru, Kabupaten Semarang. Pria setengah baya tersebut, puluhan tahun menciptakan lapangan kerja sendiri dengan membuka reparasi lampu hemat energi.
Anet yang membuka lapak di teras pertokoan Taman Sari, jalan Jendral Sudirman, Kota Salatiga ini memang unik. Sebab, kendati melayani perbaikan berbagai jenis lampu hemat energi, namun ia memberikan garansi seumur hidup. Padahal, pabrik- pabrik besar saja tak berani melakukan tindakan serupa. “ Pelanggan saya mayoritas orang susah mas, jadi selama lampu yang saya perbaiki tidak terbakar dan masih bisa saya perbaiki lagi, ya bergaransi selamanya,” ungkapnya.
Pria yang memiliki tiga orang anak ini, memang membuka praktek sore hari, tepatnya setelah toko tutup. Berbagai alat seperti, solder, drei, obeng , tespen dan Avo meter (alat untuk mengecek kondisi komponen), ia juga membekali puluhan lampu bekas. Dirinya hanya duduk lesehan di lantai, sementara lampu- lampu ditaruh di atas meja kecil. Sementara para kliennya, cukup berdiri, jongkok atau ikut duduk di lantai.
Seperti lampu yang diperbaikinya, Anet juga memberikan garansi atas lampu–lampu yang dijualnya. Selama, bohlam atau TLnya masih berwarna putih, ia masih mampu memperbaikinya. Tetapi, bila bohlam (kaca) telah menghitam, dirinya angkat tangan. Sebab, artinya lampu tersebut mati total sehingga sangat sulit diperbaiki.
Untuk memperbaiki satu lampu, Anet hanya membutuhkan waktu maksimal 15 menit. Jadi, bila ada klien yang datang, menunggu sembari duduk lesehan boleh, ditinggal dulu juga tidak dilarang. Kendati begitu, mungkin karena faktor gengsi, mayoritas pelanggannya selalu meninggalkan lampu- lampu yang perlu diperbaiki. “ Satu jam kemudian, mereka baru mengambilnya,” ujar Anet.
Saat diperhatikan, cara Anet menangani lampu yang bermasalah sebenarnya sangat sederhana. Setelah membuka tutup atasnya, ia langsung melakukan pengecekan menggunakan Avo Meter. Mulai diode, resistor dan transistor semuanya dicek, dari tiga komponen tersebut, biasanya sumber masalah bakal ditemukan. Sebab, tiga komponen itu menurutnya Anet, rentan putus akibat terpengaruh suhu panas mau pun disebabkan terjadinya arus pendek.
Usai menemukan biang keladinya, Anet langsung mencarikan komponen pengganti. Caranya, lampu- lampu yang sudah tidak terpakai, komponennya diambil dan dipasangkan ke lampu milik kliennya. Setelah disolder , langsung dicoba disambungkan ke stop kontak. Hasilnya ? Terang benderang mirip lampu baru. Lantas, bagaimana daya tahannya ? “ Biasanya bisa bertahan setahun , tetapi semisal mati lagi, ya bawa saja ke sini. Gratis,” jelas Anet tanpa bermaksud promosi.
Dengan bekal ilmu ikhlas itu, Anet yang belajar mereparasi secara otodidak dan mampu memperbaiki berbagai jenis lampu ini, dalam sehari bisa mendapatkan rejeki berkisar Rp 100.000- Rp 150.000 permalam. Ia biasa buka mulai pk 18.00 sampai pk 22.00, artinya selama empat jam buka praktek, keuntungan yang diraihnya sangat lumayan disbanding bekerja di pabrik.