Tradisi Nyadran, yakni rangkaian budaya masyarakat Jawa Islam dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, sepertinya semakin tergerus jaman. Di Kota Salatiga, ritual bersih- bersih makam leluhur serta kenduri ini sudah jarang ditemui kendati belum sepenuhnya raib.
Beberapa perkampungan yang terletak di pinggiran Kota Salatiga, secara rutin tetap melaksanakan tradisi Nyadran di areal pemakaman masing- masing. Biasanya, ritual ini terdiri atas pembersihan makam kerabat, pepunden dan yang paling ramai adalah makan bersama. Berbagai makanan serta tumpeng yang dibuat warga, diletakkan di atas tikar.
Tradisi Nyadran biasanya dilakukan mulai pagi hari, di mana, warga setempat bergotong royong membersihkan areal pemakaman. Baik makam kerabatnya sendiri mau pun makam leluhur, tak pandang bulu semua rumput dicabut, disapu hingga terkesan bersih. “ Bersih- bersih makam ini istilah Jawanya disebut Besik,” kata salah satu warga di Karang Kepoh, Tegalrejo, Kota Salatiga.
Usai aksi bersih- bersih, seorang tokoh agama setempat, akan memimpin pembacaan doa yang diikuti seluruh warga yang hadir. Selanjutnya, warga meneruskan mengirim doa- doa di makam kerabatnya masing- masing. Setelah prosesi pengiriman doa selesai, barulah masuk pada ritual makan bersama. Tentunya, ada prakata serta kembali dilakukan doa sebelum memulai menyantap hidangan yang tersaji.
Bukan Tradisi Islam
Hebohnya makan bersama ini biasanya dimaklumi oleh sesepuh kampung, mereka mafhum bahwa kesempatan bersantap siang berjamaah itu hanya terjadi setahun sekali. Terkait hal tersebut, kendati kehebohan terjadi di areal pemakaman, pratis tidak ada yang melakukan pelarangan. “ Bukan karena tidak pernah makan tumpeng, tapi memang makan bersama di kuburan (pemakaman) ada kenikmatan tersendiri,” ungkap warga.
Nyadran sendiri, selama ini identik dengan tradisi agama Islam, padahal hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Sebab, di perkampungan, ritual Nyadran diikuti warga dari lintas agama. Apa pun keyakinannya, semua berbaur menjadi satu untuk menggelar ritual ini. Lantas, muncul sejak kapan tradisi Nyadran di tanah Jawa tersebut ?
Tradisi Nyadran lebih banyak dikenal pada masyarakat Jawa Tengah dan DIY, di mana, pelaksanaannya dilakukan setiap hari ke 10 bulan Rajab atau menjelang tibanya bulan Sya’ban. Merunut tradisi yang kerap dikaitkan dengan Agama Islam itu, ternyata sudah ada sejak jaman Hindu- Budha. Artinya, saat itu agama Islam belum masuk ke bumi Nusantara, ritual ini telah digelar secara rutin.
Ketika Hindu- Budha masih mendominasi kepercayaan, tradisi Nyadran disebut Craddha yang biasa digelar pada masa Kerajaan Majapahit. Ritualnya sama, yakni membersihkan pemakaman (besik), memberikan sesaji pada leluhur dan mengirim doa selamatan. Biasanya diikuti makan bersama yang diikuti seluruh warga yang ada di pemakaman. Diduga, istilah Craddha inilah dalam bahasa Jawa diubah menjadi Nyadran.