Dalam sepekan terakhir, masyarakat Kota Salatiga perhatiannya terbetot oleh sosok pelajar SMK Negeri 2 yang saban harinya bersekolah sambil berjualan bakso. Aktivitas tak lazim tersebut, ternyata telah dilakoninya bertahun-tahun hingga menjelang kelulusan.
Mohamad Fikri Mabruri, siswa kelas III berumur 17 tahun yang tercatat sebagai siswa SMK Negeri 2 Kota Salatiga jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ), dianggap memiliki mental baja.Â
Bagaimana tidak, saat remaja seusianya kerap bermanja dengan orang tuanya, bahkan sering terlibat tawuran pelajar, ia malah tampil beda. Dirinya sadar diri bahwa perjuangan hidup harus dimulai sejak dini, untuk itu, ia menempuh belajar sembari berdagang.
Menggunakan sepeda motor jenis bebek bernomor polisi AA 2949 MB yang usianya sudah uzur, pagi hari, sesudah menunaikan sholat Subuh, Fikri begitu biasanya disapa, langsung menyiapkan barang dagangan berupa bakwan kawi (semacam bakso) dan bubur kacang ijo.Â
Untuk bakwan kawi, dirinya kulakan di rumah tetangganya, sedangkan bubur dimasak sendiri. Setelah barang dagangan siap, semuanya diletakkan di jok motornya yang telah dimodifikasi.
Pukul 06.30, seperti galibnya pelajar lainnya, fikri berangkat ke sekolahannya lengkap dengan dagangan berupa bakwan kawinya. Begitu tiba di SMK Negeri 2, bila ada siswa lain yang membeli yang diladeni, tetapi kalau sepi pembeli, maka motornya langsung diparkir di depan kantin. Giliran istirahat, saat rekan- rekannya asyik bermain, ia malah sibuk melayani pembeli. Rutinitas tersebut, dilakoninya bertahun- tahun tanpa beban sedikit pun.
Berdasarkan keterangan, bakwan kawi dari juragannya dihargai Rp 325 perbiji, selanjutnya dijual Rp 500 perbiji. Untuk satu mangkok, biasanya berisi 6 biji terdiri atas 2 biji bakso, dua biji tahu dan 2 biji pangsit dijual seharga Rp 3.000. Bila sehari mampu menjual 50 mangkok, maka Fikri bakal mengantongi keuntungan bersih Rp 52.500. Sedang di hari libur, omzetnya bisa naik menjadi 80 hingga 100 mangkok.
Hari ini Tayang di Hitam Putih Trans 7
Fikri yang tinggal bersama orang tuanya di di kampung Krajan, Dukuh, Sidomukti, Kota Salatiga sebenarnya merasa tak ada yang aneh dalam kehidupannya sehari- hari. Bila pelajar lain usai belajar suka keluyuran bahkan tawuran, ia memilih berdagang. Sebab dia menyadari bahwa ayahnya memiliki penghasilan yang pas pasan. Selain aktif berdagang sembari menuntut ilmu, dirinya tercatat sebagai aktifis remaja Mesjid di lingkungannya.
Rutinitas bertahun- tahun yang dilakoninya mendadak berubah, pasalnya, seorang warga Salatiga mengunggah foto dirinya ketika berangkat ke sekolah, lengkap dengan dua kotak dagangannya. Publik langsung tersentak melihat keuletan Fikri, mereka mayoritas mengacungkan jempol atas segala perjuangannya dalam menempuh pendidikan.